Saturday, December 18, 2010

Siapa kamu ???

*Negara tropis panas menyengat di antara hujan yang datang tiba-tiba, sejuknya sering menguap*

Beberapa kali bertemu dengan kerabat yang dulunya erat, bersenda gurau bahkan saling bertukar cerita, ternyata hanya tersisa pandangan sebelah mata saja.
Tidak ada lagi canda tawa yang berbalas serta tawa renyah, hanya ada tatapan sinis serta sambutan dingin.
Pandangannya tidak teduh lagi.
Bahkan kini hanya beberapa kalimat sinis yang ditujukannya padaku.
Kalimat-kalimatnya menghakimiku, aku cuma diam, merekam semua kepiluan hati.
Ingin rasanya membuang rasa sakitnya hati, semakin ingin aku buang semakin melekat erat bahkan intonasi serta gaya bicaranya begitu menggema.


Dulu begitu bangga dia mengakuiku sebagai kerabatnya.
Kini ???
Sebegitu mudah ingin dia hapus aku dari kekerabatannya hanya karena kegagalan masih berpihak pada kami.
Perih ???
Iya. 
Bukankah hati Tercipta untuk menerima banyak luka agar tidak meluka ???
Jelas aku bukan orang yang baik untuk itu aku merasa harus banyak melakukan hal baik.
Jelas kesalahan begitu banyak menumpuk padaku karena aku jauh dari sempurna.
Tapi dari kesalahan yang aku lakukan jelas aku menyesalinya dan aku belajar banyak agar tidak mengulanginya.


Siapa kamu ???
Itu tatapan matanya terhadapku saat ini.
Kini bukan perih yang tersisa tapi malah bentuk Syukur tak terkira.
Allahku Yang Berhak Menghakimiku.
Keyakinanku akan semua ini membuatku tegar hanya karena Bersandar Pada Allah Semata, terserah padamu menganggapku apa.
Doaku bagi kebaikanmu selalu mengiringimu.
Bukankah Cuma Allah Yang Berhak pada hatimu ???
MengingatMu lebih indah dari meratap diri karena hinaan

Termasuk pandanganmu terhadapku adalah SuratanNya.

*Kampung kumuh, penuh sesak mendesak untuk mendaur ulang sampah yang ada*




Foto diambil dari http://newsimg.bbc.co.uk

Wednesday, December 15, 2010

Terbatas itu....

*Negara tropis, didera angin hebat, menumbangkan pohon-pohon yang meneduhkan tapi tidak ada badai yang menetap, dia akan berlalu meski sekeras apapun dia menyapa*

Mengenang bukan untuk dendam tapi untuk berpikir .
Malang, akhir 2006

Begitu keras badai lewat saat itu.
Dengan niat mencari tambahan uang belanja, aku rela berjualan dagangan temanku.
Dengan tanpa gabung di sebuah MLM aku rela hanya menjualkan wadah plastik cantik kedap udara.
Sekeras apapun badai menyapa,dia tidak menetap,kelak dia berlalu
Temanku ini berbaik hati meminjamkan barang dagangannya tanpa aku bayar terlebih dulu, barang-barang itu aku jual dulu, setelah ada pembayaran dari pembeli baru aku setor hasil penjualanku ke teman baikku ini.
Katalog-katalognya yang menarik itu juga banyak dipinjamkan padaku.

Kerabatku tahu aku berjualan wadah plastik kedap udara ini, maka mereka berdua meminjam katalogku untuk dilihat dan dipilih tentunya.
Dengan senang hati dan penuh harap aku meminjamkannya.
Mereka meminjam 2 hari.
Lalu ketika aku minta dan aku tanya mau pesan yang jenis apa, 
mereka berdua ini saling melirik lalu salah satunya menjawab...
"Nanti aja Mbak begitu ada uang".
Aku mengangguk dan sama sekali tidak ada pikiran apa-apa.
Seminggu kemudian mereka berdua ini berpapasan denganku dan mereka membawa beberapa wadah plastik kedap udara.
Sejenak memang aku tergelitik dengan rasa bagaimana gitu.
Jelas aku merasa sedikit tersinggung, pinjam katalog-ku tapi mereka tidak  membeli lewat aku.
Ya itulah jeleknya hatiku, aku memarahi diriku sendiri.
Kenapa mesti tersinggung.
Biarkan saja mereka tidak tahu etika yang penting kan aku tidak memaksa sampai mereka takut sama aku  ^_^
Pelajaran yang aku dapat dari keterbatasan yang aku alami saat itu adalah ikhlas.
Pelajaran ke dua tentang bisnis mestinya aku tanggap bagaimana cara memperlakukan konsumen.
Ya sudahlah yang penting aku dari keadaan terbatas saat itu aku belajar tentang etika.
Selanjutnya aku bersikap wajar dan pura-pura tidak tahu sekalipun dua kerabatku itu suka berkasak-kusuk.
Pelajaran mahal saat itu adalah aku belajar untuk menerima hinaan serta cemohan.

Aku sudah tidak mampu lagi untuk membeli parfum, dua kerabatku ini kasak-kusuk tentang bau kamarku sampai ada orang sepuh yang ikut terbawa memusuhi kami, memandang rendah kami.
Padahal bau kamarku itu wajar, bau pengap karena obat nyamuk bakar pun mereka tertawakan.Hanya karena kami tidak mampu lagi beli obat nyamuk semprot.
Setiap hari ada saja kasak-kusuk yang menyinggungku, aku cuma bisa meneguhkan hati, menguatkan diri.
Harus begini aku diperlakukan agar aku semakin menghargai orang lain.
Aku menerima semua itu dengan lapang dada agar kelak aku tidak menghina orang yang sedang kesusahan.

Monday, December 13, 2010

karena Aku Merasa

*awal yang perih tapi indah prosesnya*

Hanya karena disepak dari sekolah dasar yang aku anggap top aku jadi merasa bahwa kau memang tidak pantas dengan semua sekolah dasar karena aku merasa kau paling aman belajar di pangkuanku dan di kelas yang tak terbatas.

Aku tidak akan menilaimu, aku tidak akan melabelimu hanya karena nilai hasil kerja kerasmu
Aku akan menceritakan tentang dunia tanpa mengguruimu.
Aku merasa dan yakin kau lebih layak menerima semua pelajaran yang kau ingin tahu yang ingin kau pelajari sungguh-sungguh.

Tidak ada yang salah dengan kita yang tidak memilih gedung sekolah, toh kita tetap mengenyam dunia pendidikan bersama.
Aku tidak mau kau belajar hanya karena besok akan ujian.
Dan kau tahu bahwa kelasmu tak terbatas, dunia bermainmu pun ajang belajarmu.
Cinta & keyakinan Ibu adalah bekal utk anak (foto diambil dari /www.state.sd.us/boa/CapitolTour/goddesses)
Jangan khawatir tentang nilai sayangku... Karena kau sudah bernilai.

Orang-orang yang menganggap kita berbeda itu adalah hal yang wajar
Kita pahami mereka
Kalaupun mereka tidak memahami kita itu tidaklah penting
Yang penting engkau paham dengan proses pembelajaranmu ini...
Kepakkan sayap keingintahuanmu itu
Terbanglah bersama impianmu
Tidak ada yang tidak mungkin selama Allah Berkehendak...
Selamat Belajar...cintai proses belajarmu
karena aku merasa kau lebih dari sekedar berkilau kelak.
Amin

*Ditulis oleh seorang ibu yang bukan sarjana strata 1*

Tuesday, December 7, 2010

Semua Ilmu itu Penting tapi Kau Butuh Satu saja untuk Kau dalami

*Negara Tropis didera hujan, tempaan deras airnya menghapus kesombongan*

"1990-1994"
Dunia Gelap

Asli aku gak tau harus milih jurusan apa untuk naik ke kelas dua.
Belajar sih masih asyik aja pas kelas 1 SMA dan aku terbiasa dipandang sedang sekolah di sekolahan pinggiran.
Teman-teman SD-ku yang lain kebanyakan sekolah di SMA di tengah kota tepatnya di seberang bangunan tugu Kota Malang.
Aku sudah merasakan tentang pandangan sebelah mata ketika di umur 15 tahun ini dan membuatku sakit kepala rutin.
Aku membungkus diriku dengan kemarahan yang konyol...
dan aku tetap menjalani hobi membacaku.
Aku minum racun "matematika itu susah" setiap hari setiap saat...hehehe
dan ternyata racun itu manjur.
Aku keteteran di matematika tapi aku tidak mau menyerah, aku utak-atik, aku baca pelan-pelan buku pengantarnya dan aku dibantu guru les.
Ternyata Matematika itu bener-bener ilmu pasti...jawabnya pasti kalau aku paham rumus dan penerapannya.
Ok...sampai sini Matematika masih asyik.

Kelas 2 menjelang, aku dapat kelas 2 jurusan Fisika kelas ke satu.
Aku ada di 2A1.1
Semester pertama asyik, meredup ketika guru matematika mulai cepat cara mengajarnya lalu guru fisika yang menjelaskannya seolah bicara dengan dirinya sendiri, *aku tidak mengecilkan arti seorang guru,malah aku belajar dari mereka apa itu arti mengajar,SALUT buat Guru-guru yang telah mengajarku selama ini* .
Aku mulai teresap kedalam lumpur pasir...tenggelam pelan-pelan.
Aku berusaha dengan keras mengejar ketinggalanku.
Aku malah menemukan cara refreshing baru...Aku asyik di majalah dinding.
Aku asyik berkarya di majalah dinding, semua artikel aku tulis dengan gaya bahasaku yang sederhana, dua sahabatku  meramaikannya.
Baru aku menyadari...Aku suka menulis.
Rasanya aku ingin berlari kembali ke masa pemilihan jurusan
Mestinya aku pilih kelas bahasa.
Persetan dengan pandangan jahat masyarakat saat itu...
"Anak IPA itu anak-anak pintar, anak IPS itu anak-anak foya-foya dan anak Bahasa itu kelas buangan!!!"
Perih tapi ini pandangan yang nyata saat masa aku masih SMA  ...Masa Kegelapan.
Mestinya pemberdayaan itu ada di lembaga konseling...
Seharusnya ada kata-kata sejuk yang begini...
Terbangkan pemikiranmu Anakku, seperti Elang yang tidak pernah ragu akan  tujuannya

 "Nak, semua ilmu itu penting tapi kamu harus menyadari bahwa kau butuh menguasai satu ilmu dengan baik, sisanya kau membutuhkan ilmu lainnya dari orang lain yang menguasainya, karena kita Diciptakan untuk saling melengkapi" 
  
Sayangnya tidak ada kata-kata sejuk itu...membuatku malas memecahkan es beku di otakku.
Aku masih saja cuma debu yang dianggap bodoh dan bloon.
Aku tidak marah malah aku suka jadi pura-pura bodoh.
Dan aku diam-diam menyukai dunia memasak, dunia menghias, dunia padu padan kain.
Tapi tidak ada satupun orang yang menyadari kalau aku butuh waktu untuk diasah...
Menurutku semua orang sudah bahagia melabeli aku dengan Duhita Bodoh.
Aku tidak terhanyut, aku tetap mengasah diriku diam-diam.
Karena aku tahu aku sudah memberi kebahagiaan pada orang-orang yang menganggapkau bodoh dan tidak bisa apa-apa.



*Tahun 2000- sekarang dan seterusnya Duniaku Bersinar Terang, kalaupun hujan & angin datang Insya Allah, aku sudah berteduh di tempat yang tepat Amin*
Tangan mungil ini membutuhkan dukungan kita(foto dari:http://thehomeschoolcorner.blogspot.com/)
Waktu berlalu dengan cepat...giliranku aku Dipercaya jadi Orang Tua...
Alhamdulillah...
Maka kata-kata sejuk yang mestinya aku dapatkan akan aku berikan pada 2 putraku...Daffa & Adiknya
Aku tidak akan menceritakan keistimewaan salah satu ilmu...
Aku malah akan menceritakan istimewanya semua ilmu agar dia bebas memilih.
Aku tidak akan mengekslusifkan matematika, fisika, kimia dan sebagainya.
Aku akan menceritakan serta mengajarkan bahwa dia harus memahami keahlian yang Diberikan Allah pada anakku.
Karena orang yang menguasai Fisika tetap butuh bekerja sama dengan orang Bahasa, begitu juga sebaliknya dan semua orang-orang di dunia ini pada dasarnya Diciptakan untuk saling melengkapi.
Bukan untuk berlomba menjadi superior.

Aku mencerna setiap buku pelajaran yang dulu aku merasa tertinggal...ternyata bisa itu karena biasa.
Dan biasa belajar adalah pemusnah kesombongan.
Gak peduli aku dianggap bukan sarjana pendidikan koq bicara sok kependidikan , aku cuma orang tua yang menyadari bahwa semua ilmu itu saling berkaitan dan seorang anak itu sudah Dipilih Oleh Allah untuk menguasai kecerdasan mereka.
Dan semua anak itu cerdas.
Mereka butuh diasah dengan baik bukan dihakimi dengan kata-kata "bodoh".
Dan anak-anak itu pembelajar sejati, jangan mau dikotak-kotakan dengan nilai ujian.
Berjuanglah mengasah anak-anak dengan telaten.
Einstein Muda mulai menemukan keahliannya
Jangan mau mengkotak-kotakan anak-anak kita dengan nilai ujian, percayalah mereka punya keahlian yang harus kita sadari untuk diasah.Bayangkan kalau Ibu dari Einstein menyerah karena ketika kecil, Albert Einstein
dianggap sebagai seorang pemalu, bodoh, malas belajar, dan pelanggartata tertib. Ia lulus SMP tanpa mendapatkan ijazah dan ...dua kali gagal
mengikuti ujian masuk perguruan tinggi.Tapi Orang tua Einstein mendukung anaknya dengan sepenuh cinta.Membiarkan anaknya bertumbuh dengan pemikirannya, dalam diri setiap anak ada mahaguru yang membimbing hati mereka, jangan matikan mahaguru itu dengan melabeli anak-anak hanya karena nilai dari sistem pendidikan kita.
Selamat Berjuang bagi Anda & Saya
*Foto Einstein diambil dari spaceandmotion.com*


*Ditulis oleh perempuan biasa, cuma seorang ibu rumah tangga yang bukan sarjana strata 1*

Monday, December 6, 2010

Duhita Gila dan Pengobatannya ^_^

*Negara tropis panasnya melumer dengan deraan hujan yang mulai jarang berhenti*

Pagi sebelum memulai beberapa pekerjaan rumah (maklum gak punya PRT), aku melihat beberapa berita di TV non sinetron hehehe sesekali aku diskusi kecil sama Papanya anak-anak tapi pagi itu berbeda.
Aku termangu dengan narasumber pagi itu, BJ Habibie mengulas latar belakang beliau menulis bukunya "Habibie dan Ainun". 
  
"Setiap halaman yang saya tulis di buku ini saya curahkan sepenuh hati & menguras air mata kesedihan saya ketika saya kehilangan Ibu,karena selama menikah 48 tahun 10 hari kami tidak pernah bertengkar sedikitpun,dan saya menulis untuk menerapi diri saya dari kesedihan saya",BJ Habibie ttg buku terbarunya "Habibie & Ainun"*

Begitu mendengar demikian lembutnya BJ Habibie menceritakan latar belakang yang membuat Beliau menulis Buku Habibie & Ainun, aku jadi ingat Dewi.
 "Ta, dengan menulis apa yang kau rasakan sama saja kau menerapi dirimu sendiri, seakan kau melepas bebanmu, teruslah menulis"

Kata-kata Dewi seakan terulang kembali.
Dan aku tahu memang dengan menulis aku bisa melepas beban, menulis bagiku obat penyakit kegilaanku, beribu-ribu kalimat mengepung pikiranku dan aku ingin menuangkannya agar aku lepas dari rasa gilaku yang dibelenggu ribuan kata-kata yang mendesak pikiranku.
Setelah menulis memang aku merasakan efek penyembuhan, sakit kepala yang sering menyerangku bisa mulai jarang menyapaku.
Ribuan kata yang menyerangku itu tak menentu, kadang dia berupa resep masakan, kadang berupa catatan kelas Daffa, dan kadang tulisan yang tak berujung tak berakhir seperti curahan hatiku di blog ini.

Menulis tanpa ambisi memang obat penenang yang ampuh bagiku.
Menulis tanpa menuangkan ribuan sumpah serapah malah membuatku menjernihkan diri, melepas energi negatif dari kemarahan.
Menulis itu terapi diri buat seorang Duhita yg "gila"
Bahkan kemarahanku jadi melumer begitu aku menulis dan ajaibnya aku bisa menerima diriku sendiri dengan tenang, aku menerima segala kelemahan diriku untuk diperbaiki. Aku merasa kuat untuk berusaha memperbaiki diri.

Menulis adalah terapi diri yang tepat buatku, buat seorang Duhita yang bukan siapa-siapa.



 

Tuesday, November 23, 2010

Nonton, Enggak, Nonton, Enggak (nada kayak ngitung kancing) "No Sinetron I"

Negara tropis panas tak menentu bercampur gunung-gunung yang mulai bangun dari tidur mereka, tenang dan sejuknya berganti awan panas  yang ganas

Aku mencoba menghibur diri di suatu petang hari, kunyalakan televisi tabung berwarna14' inch kami sambil membersihkan debu-debu halus yang mampir diatasnya.
Suara sinetron dimulai dengan lagu pop melayu yang mendayu yang sedang in saat ini, aku tertegun sejenak melihat potongan-potongan adegan sinetron yang akan tayang sebentar lagi.
Bagaimana tidak tertegun, penggalan-penggalan itu penuh dengan adegan dramatis, adegan seret menyeret, adegan berpelukan dengan derai air mata di tengah hujan, adegan menggendong bayi sambil menjinjing tas sambil menangis pilu, adegan menjambak rambut pemain utama yang protagonis, adegan melotot dengan menunjuk-nujuk sambil berteriak-teriak...
Seperti adegan saking kagetnya sampai seperti tersambar petir lalu diiringi suara petir menggelegar, layar tv serasa berguncang-guncang, serta adegan melotot terkejut yang sedemikian lalu berlanjut ke terkena serangan jantung, sedemikiannya penderitaan yang dilebihkan, didramatisir hebat.

Belum lagi selalu ada adegan sakit amnesia, atau jatuh terantuk batu lalu peran dokter yang ada di adegan itu menyampaikan diagnosa tentang kebutaan karena penggumpalan darah di otak sedemikian cepat.
Kalau pun demikian mbok ya masyarakat yang menonton diajari bagaimana proses pemeriksaan sebuah penyakit gitu lho.
Ini pembodohan atau cari masalah???
CEKLIK...Aku matikan televisi butut kami itu.
Dadaku sesak, telingaku capek, mati aku, aku terbawa imbas adegan dramatis yang lebih  dari film-film India yang terkenal dramatis itu.

Aku duduk diam tanpa televisi, jadi ingat kata-kata Ayah Edi http://ayahkita.blogspot.com/
aku lupa tepatnya judul tulisan beliau. Seingatku begini :
"Spanyol dan Inggris pernah mengalami masa yang sama yaitu masa di mana mereka jadi bangsa yang terbaik dalam penjelajahan dunia, tetapi Spanyol  jadi tertinggal 200 tahun lebih dengan Inggris. Salah satu penyebabnya adalah selama 50 tahun generasi penerusnya dibombardir telenovela dan lagu-lagu cengeng"
Sampai situ saja yang aku ingat lalu aku bandingkan dengan beberapa tahun sejak demikian menjamurnya tayangan Sinetron di prime time televisi swasta.
Begitu bertebaran adegan dramatis si antagonis menang selama berpuluh-puluh episode menindas si protagonis di sinetron-sinetron(sinema eletronik)  yang tayang dari jam 18.00 WIB sampai jam 22.30 WIB setiap hari.
Tinggal menghitung hari saja kita menunggu generasi-generasi baru dengan efek ribuan sinetron melekat pada mereka...Ya Allah...Stop Sinetron aja tidak cukup dalam 1 rumah tapi butuh semua rumah yang punya generasi muda.
Sayangnya, ibu-ibu muda yang punya anak balita...terbius menonton sinetron.
Mereka cuma butuh hiburan setelah penat mengurus anak itu alasan mereka tapi anak-anak balita jelas butuh ruang tumbuh jiwa mereka untuk berkembang tanpa sinetron(baca=racun).
Anak-anak itu peniru ulung, mereka mudah menyerap hal-hal yang asing dengan cepat.
Apalagi televisi media yang mudah mereka terima.
Ibu-ibu sudah terjebak dengan mengikuti ceritanya, bagaimana dengan anak-anak yang terus-menerus dengar suara keras, saling memaki, intrik-intrik yang ada dalam sinetron terekam dalam ingatan bening mereka ???
Stop sinetron...Stop.
Hiburan atau pembodohan ???
Aku benci sinetron.
Kapan sinetron bisa distop???
Impianku sajakah ini???
entahlahhhhhhhh



Tuesday, November 2, 2010

Irasional 1 (dari catatan awal 2008)

Negara tropis panas tak menentu berganti hujan yang syahdu lalu berubah menjadi ganas siap memangsa siapa saja.

Tidak masuk akal kalau aku masih berdiri bertahan lalu berkeras membeli beberapa tube perawatan kulit untukku.
Aku termangu menatap tube-tube yang mulai kosong.
Membayangkan beberapa waktu lalu bahwa semuanya begitu mudah aku beli.
Ada sisi perih yang menyeruak di ruang batinku.

"Duhita, siap-siaplah dengan arti "apa adanya" itu dengan sebenarnya", pikirku menyetir memutar haluan pandanganku.
Beberapa hari ini aku sudah menggunting tube-tube perawatan kulit wajahku itu untuk sekedar mengais isinya lalu dengan pelit aku mengoleskan sisa-sisa cream itu pada kulit wajahku yang sudah merasa dahaga.
Air mataku ingin meluber aku tahan karena lelehannya akan menghapus cream yang sudah aku kais-kais itu.

Sisi sabarku membisikkan, tidak lama lagi sesekali kau perlu tanpa mereka.
Sisi hedonisku malah mengejekku, bagaimana kau bisa bertahan tanpa merawat kulitmu, pasti sebentar lagi kau akan berbintik-bintik mengerikan bukan jadi menggemaskan seperti anjing dalmation tapi kau mengerikan.
Aku diam menatap wajahku di kaca kecil yang aku punya, terpaku menatap wajahku yang layu serta kelihatan gurat susahku.

Mestinya aku mencampakkan pikiran yang membuatku jadi tamak, menyisihkan setiap koin dari sisa belanja demi keinginanku untuk membeli pelembab wajah.
Gila, aku rela mengurangi jatah laukku demi irit, demi keinginanku untuk membeli pelembab wajah itu.
Beberapa hari ini aku dibuat gila dengan sisi kewanitaanku yang irasional, demi kelihatan tetap cantik.
Aku diam lalu  menangis pelan, mengumpat kegilaanku.
"Duhita, kamu tolol, kamu egois, mestinya kau terima saja jalan yang harus kau lalui ini, kenapa mesti ingin tampil cantik toh anak dan suamimu tetap mencintaimu dengan keadaan apapun", omel hatiku pada pikiran gilaku.
Aku biarkan diriku menangis, toh nanti tangisku reda sendiri seiring dengan redanya irasionalku.

*penderitaan itu datang untuk menempa diri bukan untuk membuat diriku cengeng* 
 
 
 

Friday, October 29, 2010

Sarapanku

Negara tropis didera terpaan bencana tetapi CintaNya tetaplah indah

Kupandangi wajahmu meski sedikit terhalang oleh "Mawar tak berduri" ramuan dari Agatha Christie, sesekali kau mengernyitkan dahimu dan aku tetap memandangmu.

Kau bentengi perasaan hatimu yang sedang mengetuk pintu hatimu itu, kalau ada seseorang yang sedang memandang wajahmu.
Kau bangun begitu kokoh rupanya sampai kau tidak merasakan pandanganku.
Biarlah, aku tidak peduli dengan kokohnya tembok hatimu itu.
Aku tetap memandangmu dengan tulus.

Lihatlah kau sesekali tersenyum kecil dan aku tahu senyummu itu ada karena ramuan Si Ratu cerita favoritmu itu, Agatha Christie.
Mungkin lebih terasa senyummu itu meski senyum kecil kalau kau tujukan untukku.

Bagi orang lain kau bisa jadi tidak istimewa tapi bagiku kau sangat istimewa.
Kau selalu ada ketika aku tak perlu memandangmu.
Kau malah meracik ramuan cerita begitu manis tapi tidak membuatku tersedak karena rasa manisnya yang melekat itu.
Kau selalu ada ketika aku tak perlu memanggilmu lalu aku menyatakan rasa gundahku.
Kau selalu ada di kalbuku dan kau tahu itu.
Sejenak kemudian kau letakkan buku hitam bergambar wanita bergaun kuno itu.
Dan aku tahu kau menghampiriku, mendekat ke arahku.
Tersenyum padaku dan kau perlahan jalan ke arahku sedangkan aku terpana sesaat.
sarapan apa pagi ini??? selalu itu pertanyaan cintanya padaku
"Sarapannya sudah siap, Sayang...", begitu suaramu menyapaku.
Aku tersenyum tersipu malu, tertangkap basah pikiranku ini olehmu.





 

Thursday, October 21, 2010

Mauku

Negara tropis panas menyengat membakar amarah yang suatu saat akan padam


Mauku, kau diam saja
Mauku, kau jangan mengusik kami seperti kami yang tidak pernah mengusikmu
Mauku, kau mengaca, melihat dirimu yang sedemikian dengki dan menyedihkan
Mauku, kau menanti tibanya penyelesaian itu
Mauku, kau berhenti dari ocehanmu yang memuakkan itu
Mauku, kau ingat bahwa dulu kita membangun bersama lalu kita hancur bersama
Mauku, kau juga berkaca pada apa yang terjadi
Mauku, kau mengaku bahwa kau pun bukan orang suci

Dan aku sadar tentang mauku ini, kau semakin jauh, semakin menunjukkan siapa sebenarnya dirimu, kau adalah kejahatan nyata bukan berselimut lagi, bukan berkedok lagi.
Terima kasih kau sudah mengakui siapa sebenarnya engkau.

*setiap anak tangga itu harus kita hargai karena darinya kita belajar banyak tentang kesungguhan itu sampai di mana* 

Wednesday, October 20, 2010

Bobby Caldwell - Back To You

Lagu ini malah membuat kami pas masih kenalan pertama di tahun 1998 jadi dekat, kami cuma 2 hati yang sedang patah. Alhamdulillah jodoh.
Semua bisa dan mau mendampinginya ketika dia jaya dan penuh syukur yang kurasa, aku mau mendampinginya kapan pun dalam keadaan apa pun.
I love U, Honey.
hehehe lebay

Monday, October 18, 2010

Mama, aku lapar . Bagian II

Negara tropis panas menyengat,menguapkan endapan rasa susah 

Pertama kali kami menginjakkan kaki di rumah kecil berdinding kusam itu, Daffa mendekap erat tubuhku, aku pun menggendong erat bayi mungil di dekapanku.
Hatiku memekik...Ya Allah, inikah garisanMu
Aku merana, jelas itu yang aku rasakan.
Untuk bisa masuk ke rumah mungil & kusam yang tidak pernah ada dalam bayanganku itu kami harus melalui 3 gang, sampai gang terkecil inilah rumah itu terdapat.
Aku diam tidak bisa menyembunyikan rasa kecewaku, suamiku menghampiri aku yang diam terpaku di depan rumah itu.
"Maafkan aku ya Ney, ini yang harus kita hadapi saat ini", kata Suamiku berbisik padaku.
Aku mengangguk.

Entah bagaimana prosesnya kami berbenah aku sudah lupa
yang aku ingat malam hari menjelang ketika Daffa sudah mengantuk, dia menangis pelan, terisak-isak menahan tangisnya.
Aku mengusap rambutnya yang tebal dan kucium lembut
"Maafkan Mama & Papa ya Nak," kataku pelan
Dia mengangguk lalu membisikkan kata yang tidak pernah aku lupakan seumur hidupku.
"Mama, sebegini miskinnya kita sekarang bisakah kita kaya lagi?", tanyanya polos.
"Daffa, kalau Allah Menghendaki apapun bisa kita lalui dan kita alami, berdoa ya Nak", jawabku.
"Tapi kita masih kaya hati ya Mama", jawabnya pelan lalu dia tertidur di sampingku.
Sesudah Daffa tertidur pulas, aku menangis, meratap ke Allah Ta' Ala, air mataku membanjiri hatiku, membasuh hangat relung jiwaku.

Esok akan jadi hari yang panjang untuk kami hadapi, selama kami masih hina dihadapan mata manusia, aku ikhlas.
Toh dengan jalan ini Allah Memuliakan kami, menakar semua yang sesuai untuk kami.
Dan aku yakin Allah Tidak Menghinakan aku, Menghinakan kami di hadapanNya.
Dengan begini mataku bisa melihat siapa teman kami sesungguhnya.
Bukankah tubuhku sehat, kenapa mesti aku takut lapar ?
Bukankah suamiku masih bisa berpikir, masih Dianugerahi kemampuan bekerja kenapa aku mesti takut anak-anak akan lapar...
Aku cuma Diminta Allah untuk melalui jalan ini, kenapa aku mesti keberatan ?
Kenapa aku mesti merasa tidak pantas dan tidak layak dengan semua kejadian yang menurutku tidak memihakku?
Aku jelas berperang dalam batinku, mengalahkan perasaan sok benar dan sok bahwa jalan semua ini tidak layak bagiku.
Sudah semestinya keikhlasan jadi jalan terindah.
Dan kalimat dari bibir mungil anakku itu adalah cambuk untuk kami tidak berputus asa...
"Mama tidak akan membiarkan kamu lapar Nak", kalimat ini aku tanamkan dalam hatiku lalu aku panjatkan dalam doa-doaku kepada Allah Semata.


Penempaan fisik serta psikis kami adalah hal terindah yang harus kami lalui.
Suatu saat Allah akan Memberi jalan terindah untuk kami.
Itu Yang aku yakini
"Pertolongan Allah datangnya secepat kilat"
Kalau hanya dengan menahan lapar demi anak saja aku pasti mampu.
Amien


*catatan hati "Uzlah(pengasingan diri) ini Aku Persembahkan utk kehidupan yg jauh lebih baik kelak Hanya Karena Allah Semata" *


Wednesday, October 13, 2010

"Mama,aku lapar"

"Dari catatan February 2008
masa kelam,masa pengasahan hati,kalbu serta fisik kami" .

Pagi ini, di suatu tempat yang sangat asing bagiku, aku mulai mencuci popok-popok bayi kami, Menara Akbar Dharma Mulia.
Tiba-tiba si sulung membuntutiku sambil memegang erat rok-ku.
"Mama,sakit punggung Kakak tidur di kasur tipis itu...",rengeknya melecut hatiku, mengiris kalbuku.
Aku cuma mampu mengelus rambutnya yang tebal itu, memandang mata bulatnya yang indah, lalu  aku berbisik pelan di telinganya.
"Sabar ya sayang, tidak lama koq kita disini, terimakasih Kakak sudah ikut berjuang ya, mau tidur di kasur tipis itu, kamu hebat".
Air mata mendesak ingin tumpah ruah tapi sekuat tenaga aku tahan sambil aku dekap dia.


Lalu dia ikut jongkok disebelahku, menemaniku mencuci baju-bajunya, baju adiknya serta baju papanya, sesekali aku mencuri pandang wajahnya, aku berdebar menanti ekspresi apa yang akan dia nampakkan.
La Khaulla wa La Quwatta Illah Billahi.
Hanya Engkau Ya Allah Yang Memberi kami kekuatan.
"Mama nggak kangen mesin cuci kita kalau pas mama mencuci begini?",tanyanya polos dengan wajah bulatnya,dengan sorot matanya yang berbinar cerah.
Aku menggeleng pelan.
"Mama nggak kangen rumah datuk & Uti pas melihat rumah kecil yang kita tempati sekarang?", tanyanya semakin mendesak mengarah ke perasaannya,
Ya Allah, bahkan Ananda kami terasa kami sekarang jauh berbeda.
"Kak Daffa,semua itu jadi kenangan jadi mama pun merasakan yang seperti Kakak rasakan,kita jalani saja ya dengan doa dan Papa pun berusaha terus,Mama minta doa Kakak ya", jawabku.
Entah dia mengerti atau belum mengerti, aku cuma bisa menjawab demikian.
Setelah selesai dengan cucianku, anak sulungku ini masih mengikuti terus.


Aku membersihkan ruang depan yang sempit dan kusam dindingnya itu.
"Mama,aku lapar...", suara lucunya itu menyentakku, membuatku sadar bahkan aku belum memasak apapun.
Aku ke dapur kecil melihat persediaan makanan yang kami punya
tinggal beras 2 gelas kecil,dan satu telur ayam.
Aku memulai memasak ternyata minyak gas kompor mitan yang kami punya mulai menipis.
Suamiku ternyata dari tadi memperhatikanku, lalu dia menghampiriku...
"Honey,maafkan aku ya",katanya dengan suara beratnya itu.
Dan aku tahu dia mengucapkan dengan seribu penyesalan yang cukup menyiksanya...aku cuma memeluknya sebentar lalu mengusap air matanya juga air mataku, air mata kami.
Dengan kasar kata hatiku mendesak hatiku, sedemikian parah inikah jalan yang harus kami lalui???
Aku menepis kata hatiku dengan keras juga.
"Duhita,karena kau begitu istimewa maka Allah Memilihmu untuk menjalani ini".
Pongahnya jawabanku itu menepis gundahku.


Sebentar kemudian suamiku kembali entah dari mana,dia membawa 2 bungkus nasi campur.
Daffa senang sekali,matanya berbinar lalu makan dengan lahap.
"Sebentar lagi kamu menyusui Menara,makanlah", kata Suamiku menyodorkan satu bungkusan yang tersisa.
Kalau aku makan, Suamiku makan apa, begitu pikirku.
"Kita makan berdua ya,"  kataku
Suamiku menggeleng tapi aku memaksanya.
Sekedar mengisi perut kami diam dalam pikiran kami masing-masing.
Aku tidak mau mengusik pikiran suamiku dengan pertanyaan yang akan membuatnya terasa makin berat.
Setiap helaan nafasnya aku merasakan bebannya.
 -------------------bersambung--------------------------




*Negara tropis panas membakar kenangan masa berat yang mulai berlalu*

Menulis itu...(panduan dari si amatir) II

Negara tropis,panas membara dengan cepat mengeringkan tinta penaku

Menulis itu mudah tapi jangan dianggap remeh
maka aku memperhatikan semua masukan yang positif buatku
Masukan yang bagaimanakah?
Masukan yang membangun kualitas tulisanku seperti yang selama ini aku dapatkan dari salah satu guruku...Tjandra Ratna Dewi.
Dia dengan sabar memberi ilmunya tentang membaca & menulis...terima kasih Tjandra Ratna Dewi.
Menulis itu dimulai dengan hal-ahal yang aku anggap mudah tapi aku tidak meremehkan hasilnya.
Menulislah maka kau akan merasakan sesuatu telah mengisi jiwamu.
Untuk menuangkannya memang dibutuhkan mata dan telinga terbuka...membuang emosi yang malah akan mengikis pembangunan dari karakter menulis itu sendiri.
Aku setuju menulis itu dimulai dengan penggunaan bahasa yang lugas dan benar.
Karena menulis itu adalah sebagian dari seni maka menulislah dengan indah.
 

Menulis itu ....(panduan dari si amatir) I

Negara tropis membakar semangat menulis si amatir,Duhita.

Menulis itu membuat aku terlepas dari peningnya kepalaku
Menulis itu mengalirkan genangan kata yang ada di kepalaku
Menulis bagiku menyenangkan diriku sendiri
Menulis itu sederhana bagiku,apa yang melintas di pikiranku aku tuangkan begitu saja
Menulis itu aku buat mudah agar aku selalu menulis
Menulis itu hal biasa yang bisa dilakukan semua orang dan menjadi istimewa serta indah karena kerelaan hati untuk berbagi
Menulis itu harus dibarengi dengan banyak membaca,tidak hanya buku yang dibaca tapi keadaan serta apa yang terjadi di sekitar kita juga harus dibaca.

Tuesday, October 5, 2010

Serpihan Rindu


Negara Tropis...didera panas membara kembali membakar rindu 


Aku menyusuri jalan yang biasa aku lewati dulu yang kini asing bagiku.
Ada rasa kehilangan hal-hal yang lalu...ya aku merindukan bangunan kuno TK Indria II di sebelah Hotel Bahagia...aku merindukan Toko Kelontong Ratna di Jalan besar Ciliwung.
Mereka sudah berganti wajah,sudah berganti tampilan.
Sepi...aku menyusuri jalan-jalan yang biasa aku lewati cuma ditemani si kecil Menara.
Sesekali dia bertanya..."apa itu Ma?"...
dan aku pun sesekali bertanya pada diriku sendiri...ini gedung apa ya koq aku gak pernah lihat sebelumnya.

Rinduku berubah...bergeser ke arah tanya dalam diri...yang kurindukan sudah jadi sesuatu yang asing bagiku.
Rinduku pecah...serpihannya tidak membuatku perih merana tapi malah menyiram dingin relung hatiku.
Aku bersyukur dalam hati...bahwa hal yang kuanggap buruk yang aku lalui selama ini adalah berkah yang patut aku syukuri.
Biarlah caci maki menerpaku...biarlah fitnahan menyapaku...biarlah buruk sangka menghajarku...aku menikmati itu semua dengan rasa syukur dengan basuhan air mata yang memecah rindu menjadi serpihan-serpihan indah yang berubah jadi kristal BerkahNya yang aku rasakan syahdunya.

Menara tertidur di sebelahku...aku membelah malam dengan menyusuri jalan-jalan kenangan selama aku tinggal di kota yang nyaman ini,kota yang aku tinggalkan dengan rasa keterpaksaan...dan ternyata meninggalkan kota indah itu adalah pembelajaran yang berharga untukku.
Serpihan rindu itu jatuh di hati berganti menjadi kristal rindu yang indah...
Kelak aku akan kembali lagi dengan cara penyelesaianNya yang indah.

kutulis ini dengan mengenang segala indahmu,dalam suka & duka kau tetap menawan...

*panas terbakar rindu*  

Wednesday, September 22, 2010

Saya Tidak Gila

Semalam aku mengalami hal luar biasa,membuatku merenung arti persaudaraan dan yang terutama lagi tentang cinta kasih seorang Ibu pada anaknya.

Sejak usai adzan Ashar,di Musholla depan rumahku nampak ada pendatang yang sholat disitu.Karena sekitar rumahku sepi dan jarang dilalui orang maka nampak sekali kalau yang sedang sholat itu bukan penduduk sini.

Seorang Ibu muda dengan anak perempuannya berumur sekitar 8 tahun.
Anak perempuan itu ceria dan nampak cantik dengan baju muslimah anak-anak yang ceria warnanya,oranye.
Sesekali dia memainkan Handphone kadang dia menelpon...

"Papah...Alma dibelikan pulsa ya------oh iya ini Alma ngantar Ibu main ke rumah temannya-----ya Alma suka sekali-----ini sudah dekat rumah Nenek"----blablablabla aku cuma menangkap obrolan dari Alma itu saja.


Ashar berlalu,mereka berdua masih nampak di mushola.

Maghrib berlalu,mereka juga masih di mushola.

Setelah sholat Isya' berjamaah,mereka juga masih disitu.


Jam 21.00 lebih,mereka berdua masih di mushola...Ibu muda itu memangku Alma yang mulai tidur.

Aku menghampiri mereka...

"Ibu ini mau kemana?",tanyaku

"Ada Pak Iwan?",tanya balik Ibu muda itu padaku...jawaban yang tidak nyambung dengan tanyaku padanya.Aku diam tertegun sejenak dan baru sadar dari pertanyaan dia ke aku tentang Pak Iwan yang tidak aku tahu itu aku jadi ngeh ternyata Ibu muda yang cantik ini sepertinya linglung.

"Saya belum makan Bu...boleh saya minta makan dirumah Ibu?",suara Ibu muda itu memecah roso ketenggenganku...

Aku mengangguk...lalu Ibu muda itu bangkit dengan sekuat tenaga tetap menggendong putrinya yang sudah cukup besar untuk digendong demikian.

"Saya harus minum obat tapi saya belum makan...",kata Ibu Muda yang belum aku tahu namanya itu.

15 menit berlalu,Ibu muda cantik itu sudah makan...aku duduk disampingnya.

"Ibu ini siapa namanya,dan mau menemui siapa di kampung ini?",tanyaku

"Nama saya Rena (sensor bukan nama sesungguhnya),saya kesini nyari Pak Iwan",jawabnya dengan tidak jelas karena lidahnya agak ada gangguan.Aku mendengarkan dengan konsentrasi yang tinggi...

"Pak Iwan yang mana yang Ibu cari?",tanyaku balik...

"Boleh saya menginap disini ya,ini sudah malam,angkot sudah tidak ada",jawab Rena...sekali lagi gak nyambung dengan pertanyaanku.


Melihat Alma yang tertidur pulas...aku miris,aku nangis dalam hati,rasanya bagaimana kalau itu terjadi padaku meski tidak ada bayangan sedikitpun aku akan mengalami seperti Ibu muda itu...


Aku diam memikirkan jawabku...
Aku tidak ada firasat buruk sedikitpun pada Rena ini.

"KTP Ibu Rena mana ya...nanti saya sampaikan ke Pak RT karena Ibu Rena akan bermalam dirumah saya ini?",kataku
Lalu dia memberi jawaban yang mengejutkan...
"KTP saya sudah saya robek-robek karena gara-gara KTP saya pernah dilaporkan polisi lalu saya dijemput paksa oleh keluarga saya lalu saya dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa...Saya ini tidak Gila!!!",bentaknya ke aku...

Aku berdiri terpaku mendekap Menara...merapat ke arah Daffa.
Ya Allahhh...

"Ibu bisa ngerti kan...kalau saya masuk ke Rumah Sakit Jiwa,saya berpisah lagi dengan Alma",suaranya mulai bergetar dan mulailah dia menangis sambil bercerita yang aku tidak tahu jelas apa yang dia ceritakan.
Aku cuma diam menatapnya...dia menciumi Alma yang tidur sampai Alma terbangun...
"Jangan nangis mama,Alma disini",kata-kata Alma serasa seperti suara Daffa...aku menggenggam tangan Daffa.
Daffa dan aku saling berpandangan...terhanyut melihat adegan yang demikian nyata didepan kami.
Rena meracau apa saja yang aku tidak tahu...
Begitu malangnya engkau Rena...mana saudaramu,mana uluran tangan yang mestinya membantumu...Ya Allah...aku tak berdaya

Singkat cerita aku dibantu Medi(penjaga mushola) dan istrinya untuk menghubungi Pak RT.

"Ibu,mau beli jam tangan saya...saya jual buat ongkos tapi saya pergi besok pagi aja ya",kata Rena menghampiriku.

Jam tangan merk Elle itu dia tawarkan ke aku...aku mengembalikan jam tangan itu ke genggamannya,bau parfumnya jadi terasa,khas bau parfum berharga mahal.Aku pandang wajah Rena,wajahnya bundar,kulitnya bersih dan cantik.Bajunya juga rapi terawat,rambutnya nampak kalau dia sering ke salon.

Sejenak kemudian para Bapak-bapak yang sedang ronda itu mendatangi rumah kecilku ini.

"Saya minta bisa menginap dirumah Ibu ini semalam",kata Rena ...entah dia mau bicara dengan siapa.

"Begini Bu,Pak Iwan sedang diluar kota dan dia pergi selama 2 minggu,tadi kami menghubungi beliau,beliau berpesan agar Ibu pulang saja,kasihan Mama Daffa ini kan bukan siapa-siapa Ibu...tolong Ibu pahami ya",kata salah satu dari Bapak-bapak itu.

"Saya ini tidak gila...",jawab Rena lagi lagi gak nyambung.

Membuatku semakin memeluk erat Menara dan menggenggam tangan Daffa.

"Iya,kami ngerti tapi kan Pak Iwannya tidak menitipkan Ibu ke Mama Daffa,tidak ada kata-kata kalau mau menitipkan Ibu...",jawab salah satu Bapak-bapak itu.

"Besok pagi aja saya perginya",jawab Rena.

Salah satu dari Bapak-bapak itu menghubungi Pak Iwan melalui Hp,entah apa yang dibicarakan...aku sudah cukup tegang dengan kata-kata Rena "Saya Tidak GILA"

Sejenak kemudian Rena mengemasi barang-barangnya lalu menggendong Alma yang tertidur...

Alma terbangun,Rena menyodorkan air putih kemasan...

"Maafkan Mama ya,Alma jadi bangun...",kata Rena sambil mengusap kepala Alma.

Alma menggeleng lalu Rena mengecup kening Alma dengan kasih sayang...dan aku tahu itu.

"Bapak bisa antar saya ke perumahan x disana ada sepupu saya",Kata Rena ke Bapak-bapak ronda itu...

Kami para warga yang terlibat dengan peristiwa ini berunding...mengantar Ibu muda ini ke rumah sepupunya dan memberi ongkos secukupnya.

kasih sayang seorang ibu itu tidak mengenal kata gila & waras
Tepat Jam 22.30 kejadian ini berlalu menyisakan kata-kata "Saya Tidak GILA" dan rasa kasih sayang seorang Ibu yang tulus(aku tahu itu bukan dia dramatisir)...lalu membuatku miris.

Kalaupun Rena itu gila...kasih sayangnya sebagai seorang Ibu tetap tidak GILA...tapi luar biasa indahnya meski entah apa yang terjadi dengan hidupnya...

"SAYA TIDAK GILA" kata-kata tajamnya membuatku terjaga sampai pagi ini......



*negara tropis panas membara berganti hujan tiada berhenti*

Friday, August 27, 2010

Merasakan perasaan Mr Fredrikcsen "UP" .

Kampung kumuh ditengah deraan panasnya kesadaran

Sudah 2 hari ini aku selalu menemani Menara nonton film UP produksi Pixar.
Menikmati dari awal cerita membuatku paham bagaimana perasaan Mr Fred dipaksa keluar dari rumah yang nyaman.
Serasa mengulang adegan dimana aku harus meninggalkan rumah nyaman tempat tinggal kami dulu.
Seandainya ada banyak stok balon warna-warni... aku pun ingin membawa terbang rumah tempat tinggal kami dulu.
Aku ingat betul kami harus tergesa meninggalkan semua karena ancaman yang kami terima tidak bisa dianggap remeh... gagalnya usaha mandiri yang kami miliki itu berdampak besar terhadap kehidupan kami.
Dan saat itu hatiku sudah mereset mind set bahwa kenyamanan harus ditinggalkan mungkin agak lama 3 sampai 4 tahun.
Malam sebelumnya aku begitu capek beres-beres barang yang sekiranya kami butuhkan dan sanggup kami bawa.Menara masih umur 10 hari,untungnya dia masih suka bobok.
Pada saat itu aku pikir aku sudah membawa barang-barang yang kami butuhkan...dan ketika kami meninggalkan kota kami tercinta dengan hati galau karena suasana sangat mencekam aku sadar barang kami banyak yang tertinggal.
Daffa menangisi sepedanya yang terpaksa harus ditinggalkan,dia juga menangisi skateboard kesayangannya...dia menangis tanpa suara.Air matanya menetes begitu saja...
"Maafkan kami ya Kak,hapalkan setiap jalan yang akan kita tinggalkan,kita baru bisa kembali 3 atau 4 tahun lagi dengan ijin Allah", bisikku sambil memeluknya, bayi mungil dipangkuanku menggeliat merasakan sesak karena aku memeluk kakaknya erat.
Suamiku diam menunduk, entah berdoa entah galau... saat itu aku tidak berminat bertanya apa yang sedang dalam pikirannya.
Dalam perjalanan, sesekali Daffa berceloteh,
mencium adiknya dan memelukku.
tercabut dari asal memang sakit, tapi aku yakini ada hikmahnya
Rekaman kejadian ini begitu jelas ketika aku menemani Menara nonton Film UP. Aku merasakan betapa tersiksanya Mr Fred karena harus berpisah dari rumahnya tapi dia bisa membawanya sedangkan kami... kami tidak.
Saat ini kami masih berjuang untuk bisa kembali pulang,berjuang untuk recovery semua hutang usaha kami...recovery nama baik jugakah???
Entahlah,toh kami cukup jadi bulan-bulanan bekas teman kongsi dan seorang yang merasa kami rugikan... aku tidak berminat menyangkal karena kelak akan tersibak siapa yang benar. 
Saat ini mereka menjajah kami dengan menginjak nama kami,seakan kami penyebab utama bangkrutnya usaha kami.
Aku tidak mau tahu dengan kehidupan bekas teman kongsi kami yang pastinya masih makmur,masih bisa menampakkan diri di kota asal kami yang nyaman itu dengan berdalih kamilah yang harus bertanggung jawab.Cuma hati kecilku ingin bertanya pada jiwa mereka...kami sedemikian sangat terbatas dan kami sedang berjuang mencari jalan terbaik untuk menyelesaikan ini semua,kenapa kau masih usik kami?.Lupakah kau saat salah satu pengacaramu menawarkan pilihan yang tidak adil bagi kami,suamiku yang bertanggung-jawab dan kau yang menghandle kehidupanku dengan anak-anak...lucu kau,emang kau Allah???.
Kehidupanmu masih sangat nyaman, anak & istrimu masih bisa merasakan apa itu sekedar jalan ke mall, masih bisa berfoto ceria di tempat-tempat liburan... aku tidak memaksamu untuk merasakan apa yang aku alami saat ini tapi aku hanya meminta jiwamu mengakui bahwa dulu kau pun pernah merasakan madu keberhasilan usaha yang dikelolah suamiku...
Dulu kau tidak ada sumbangsih pemikiran yang sesuai dengan gelar kesarjanaanmu itu, saranmu cuma sebaiknya kita berhutang disini atau disana,dan sekarang kau begitu menyerang dan menjatuhkan kami.
Lupakah kau dengan Nikmat yang pernah kau rasakan itu???
Lalu saat ini, bukannya kau mempermudah langkah kami kau malah menyerang dengan tebaran berita-berita bohong tentang kami.
Apakah kau puas dengan langkah-langkahmu yang picik itu???
Begitukah watak orang yang mengaku beriman, yang selalu merasa benar tapi menolak menerima Qadha' dan Qadar Allah???
Begitukah ciri orang yang tangguh menghadapi kegagalan dengan melimpahkan kegagalan ke orang lain lalu berdalih kau sudah banyak membayar ini dan itu,lupakah kau ketika kegagalan usaha minyak beberapa waktu yang lalu kami semua yang menanggung?
Kau picik...
Kau masih berlindung dibawah kegagalan kami,kau bertopeng.
Kau menyedihkan dan kau bagaikan tokoh Charles Muntz di UP. 
Kau lupa kalau Allah itu Maha Menghitung. 
Ya Allah...kami memang harus dikucilkan dengan segala keterbatasan kami berjuang untuk kembali,ada luka ada sembuh.
Menara sudah umur 2 tahun setengah dan belum pernah bertemu keluarga besar kami...aku yakini saja bahwa "Sesungguhnya Pertolongan Allah Begitu Dekat"  
karena saat ini kami hidup dengan sederhana dan tetap berjuang untuk melunasi hutang kami...
Kami bukan pelarian,kami cuma seperti Mr Fredrikcsen.

Ramadhan 17 1431H
*kelak kami pulang dengan Bantuan Allah untuk menyelesaikan masalah yang cuma sebut saja cuma dunia harta...* 

Thursday, August 26, 2010

Tiada merugi dalam doa

Kampung kumuh di negeri tropis,panas membara

Aku terjaga sejak kata-kata culas tertuju padaku...
menikam jantungku tapi aku tiada mati jua
Aku terjaga menatap layar yang penuh caci maki dan rasa jijik karena mengenalku.
Aku diam mengendalikan hati yang ingin berteriak membalas kata-kata culasnya tapi aku tak mampu untuk melakukannya.
Aku tak mampu untuk membalasnya dengan seribu caci maki untuknya.
Aku tak mampu untuk melakukan hal yang menyakitkan itu.
Mungkin hatiku ingin dan hatiku menyusun tinggi kebencian itu.
Rasanya bukan kelegaan tapi sakit tak terkira
Aku tak mampu meneruskan rasa sakit itu...
Aku berhenti menanam kebencian itu.
Aku berhenti ditengah-tengah jalan ketika aku sudah berjalan menuju pembalasan.
Aku menangis, tertunduk dalam lantunan bait-bait doa.
"Tidak ada kata-kata buruk dalam sebuah bait-bait doa"(foto dari http://hadianiarrahmi.files.wordpress.com)























"Ya Allah, Engkau Maha Tahu bahwa yang mereka tuduhkan padaku adalah semu, Engkau Maha Tahu bahwa tiada niatan jelek sedikitpun dengan semua yang terjadi ini.
Aku tak mampu menahan sakitnya hati ini dihina tapi aku Bersyukur Engkau tak pernah hinakan diriku.
Hanya karena harta dia demikian benci dan iri padaku, aku bersedih karena aku cuma manusia yang hina yang mengharap balasan cinta kasih karena ikatan aku dan pembenciku itu adalah ikatan sampai mati, aku mengasihinya meski dia selalu membenciku.
Maka aku meminta PadaMu untuk MengasihiNya, Membalas segala kebaikannya, MelindungiNya selalu"
Amiiin.

Aku tahu dan yakin bait-bait doaku Kau Dengar dan Malaikatpun membalas doaku dengan..."Begitu juga dengan kau".
Tiada merugi kita dalam berdoa,mendoakan orang yang membenci kita sekalipun.
Aku bersimpuh dalam doa hanya KepadaMu...Allah Ta'ala.

Ramadhan ke 17 di 1431H
*sekalipun kau tikam aku...kematianku datang hanya pada saat Allah Yang Meminta* 
 
 

Monday, August 9, 2010

"Papa,Aku Pulang"

Prameswari

Papa,16 jam lagi kita akan berjumpa kembali.
Aku akhirnya kembali ke pelukanmu Papa, sesuai dengan perkiraanmu.
Aku terlalu buta memperjuangkan hal yang rapuh,memperjuangkan cinta kokoh yang cuma fatamorgana.
Seperti dua malam yang lalu ketika aku menghubungimu Papa...
Lidahku begitu kelu untuk berkata bahwa aku selama ini tertelan sesuatu asing yang membuatku tidak waras.
Suaramu ketika menyapaku..."Pulanglah Prameswari anakku,pintu rumah Papa & Mama selalu terbuka untukmu dan untuk putri kecilmu"...
Seakan kau embun sejuk menyapa kegersangan hatiku 5 tahun ini.
Tiada amarah sedikitpun yang aku dengar darimu...amarahmu yang begitu hebat itu cuma ada 5 tahun yang lalu ketika aku memilih cintaku yang tidak kau setujui.
Bahkan ditengah amarahmu yang hebat itu, ketika aku antar ke bandara...kau membisikkan bahwa kalaupun hal paling buruk terjadi dan ini kau harapkan tidak terjadi meski kau sudah berfirasat demikian...kau masih mengecup lembut keningku,memeluk hangat tubuh gadismu ini lalu membisikkan sesuatu...
"Anakku,jika kau merasa pilihanmu salah dan sesuatu yang Papa harap semoga ini cuma kekuatiran Papa saja..itu terjadi,pulanglah dan Papa tidak akan bertanya kenapa,pulanglah jika kau rasa ada beban yang tak sanggup kau pikul, Papa akan membukakan pintu untukmu", Bisikmu ditengah isak tangismu melepasku pada pilihanku.
Benar kau tidak menyetujui pernikahanku dengan pria yang menurutmu tidak tepat untuk aku perjuangkan.
Papa, aku sempat bersujud di ujung kakimu untuk memohon restumu...kau tidak merestuiku tapi kau juga tidak menghalangiku dengan kerasnya karena kau tahu semakin aku dilarang maka aku semakin membuatnya terjadi.
Papa,lemah lembutmu itu menuntunku pulang...
Papa,pintu maafmu sudah kau buka sejak 5 tahun yang lalu...pintu maafmu untuk putrimu yang memilih memperjuangkan cinta sejatinya saat itu.
Cinta Matt demikian nama pria itu, yang terkuak sebenarnya...yang terbuka topengnya...dan aku tahu Papa,kau tidak ingin mendengar kisah tersiksanya diriku dan Angela...bidadari kecilku.
Setiap tahun menjelang Ramadhan aku selalu mengirim fotoku dan foto Angela untuk Papa dan Mama...berikut kalimat permohonan maafku untuk dua orang terkasih di tanah air.
Setiap Matt bertindak kasar padaku,aku cuma bisa menangis mengingat firasatmu itu Papa.
Bodohnya aku cuma terbuai keromantisan sesaat...
Tahun pertama pernikahan kami sudah koyak dengan pengkhianatannya...
begitu terus berulang,begitu pemaafnya aku ini Papa...tanpa Matt meminta maaf atas kesalahan yang dia buat aku sudah memaafkannya terlebih lagi kalau Matt menggendong Angela...naifnya aku ini Papa.
Di tahun kelima ini aku sudah tak mampu bertahan di pernikahan yang berdasarkan cinta semata...terlalu rapuh untuk tetap berdiri disini.
Demi Angela,aku pulang. 
Menuju dekapan Papa dan Mama yang penuh cinta.
Agar kelak Angela tumbuh dengan sehat dipenuhi cinta kasih serta kuat karena belajar apa arti maaf sesungguhnya dari kau, Papa.
Menjelang Ramdhan tahun ini aku pulang,untuk menjalaninya dengan hati bersih.
Aku tahu Papa sudah menanti kami, aku merasakan itu.
Angela begitu damai dalam tidurnya setelah hampir 2 jam dia selalu bertanya tentang Opa dan Oma yang akan dia temui nanti...
Sambutlah kami Papa...
Ini, kami pulang.


*Menjelang Ramadhan tahun ke 3 tanpa pernah pulang, kami lama tak pulang*
Negara Tropis,panas menyengat membakar rindu...melumerkan hati keras tunduk pada maaf dan kasih
10 August 2010 

Foto diambil dari
http://www.stockphotopro.com/photo-thumbs-2