Tuesday, November 23, 2010

Nonton, Enggak, Nonton, Enggak (nada kayak ngitung kancing) "No Sinetron I"

Negara tropis panas tak menentu bercampur gunung-gunung yang mulai bangun dari tidur mereka, tenang dan sejuknya berganti awan panas  yang ganas

Aku mencoba menghibur diri di suatu petang hari, kunyalakan televisi tabung berwarna14' inch kami sambil membersihkan debu-debu halus yang mampir diatasnya.
Suara sinetron dimulai dengan lagu pop melayu yang mendayu yang sedang in saat ini, aku tertegun sejenak melihat potongan-potongan adegan sinetron yang akan tayang sebentar lagi.
Bagaimana tidak tertegun, penggalan-penggalan itu penuh dengan adegan dramatis, adegan seret menyeret, adegan berpelukan dengan derai air mata di tengah hujan, adegan menggendong bayi sambil menjinjing tas sambil menangis pilu, adegan menjambak rambut pemain utama yang protagonis, adegan melotot dengan menunjuk-nujuk sambil berteriak-teriak...
Seperti adegan saking kagetnya sampai seperti tersambar petir lalu diiringi suara petir menggelegar, layar tv serasa berguncang-guncang, serta adegan melotot terkejut yang sedemikian lalu berlanjut ke terkena serangan jantung, sedemikiannya penderitaan yang dilebihkan, didramatisir hebat.

Belum lagi selalu ada adegan sakit amnesia, atau jatuh terantuk batu lalu peran dokter yang ada di adegan itu menyampaikan diagnosa tentang kebutaan karena penggumpalan darah di otak sedemikian cepat.
Kalau pun demikian mbok ya masyarakat yang menonton diajari bagaimana proses pemeriksaan sebuah penyakit gitu lho.
Ini pembodohan atau cari masalah???
CEKLIK...Aku matikan televisi butut kami itu.
Dadaku sesak, telingaku capek, mati aku, aku terbawa imbas adegan dramatis yang lebih  dari film-film India yang terkenal dramatis itu.

Aku duduk diam tanpa televisi, jadi ingat kata-kata Ayah Edi http://ayahkita.blogspot.com/
aku lupa tepatnya judul tulisan beliau. Seingatku begini :
"Spanyol dan Inggris pernah mengalami masa yang sama yaitu masa di mana mereka jadi bangsa yang terbaik dalam penjelajahan dunia, tetapi Spanyol  jadi tertinggal 200 tahun lebih dengan Inggris. Salah satu penyebabnya adalah selama 50 tahun generasi penerusnya dibombardir telenovela dan lagu-lagu cengeng"
Sampai situ saja yang aku ingat lalu aku bandingkan dengan beberapa tahun sejak demikian menjamurnya tayangan Sinetron di prime time televisi swasta.
Begitu bertebaran adegan dramatis si antagonis menang selama berpuluh-puluh episode menindas si protagonis di sinetron-sinetron(sinema eletronik)  yang tayang dari jam 18.00 WIB sampai jam 22.30 WIB setiap hari.
Tinggal menghitung hari saja kita menunggu generasi-generasi baru dengan efek ribuan sinetron melekat pada mereka...Ya Allah...Stop Sinetron aja tidak cukup dalam 1 rumah tapi butuh semua rumah yang punya generasi muda.
Sayangnya, ibu-ibu muda yang punya anak balita...terbius menonton sinetron.
Mereka cuma butuh hiburan setelah penat mengurus anak itu alasan mereka tapi anak-anak balita jelas butuh ruang tumbuh jiwa mereka untuk berkembang tanpa sinetron(baca=racun).
Anak-anak itu peniru ulung, mereka mudah menyerap hal-hal yang asing dengan cepat.
Apalagi televisi media yang mudah mereka terima.
Ibu-ibu sudah terjebak dengan mengikuti ceritanya, bagaimana dengan anak-anak yang terus-menerus dengar suara keras, saling memaki, intrik-intrik yang ada dalam sinetron terekam dalam ingatan bening mereka ???
Stop sinetron...Stop.
Hiburan atau pembodohan ???
Aku benci sinetron.
Kapan sinetron bisa distop???
Impianku sajakah ini???
entahlahhhhhhhh



Tuesday, November 2, 2010

Irasional 1 (dari catatan awal 2008)

Negara tropis panas tak menentu berganti hujan yang syahdu lalu berubah menjadi ganas siap memangsa siapa saja.

Tidak masuk akal kalau aku masih berdiri bertahan lalu berkeras membeli beberapa tube perawatan kulit untukku.
Aku termangu menatap tube-tube yang mulai kosong.
Membayangkan beberapa waktu lalu bahwa semuanya begitu mudah aku beli.
Ada sisi perih yang menyeruak di ruang batinku.

"Duhita, siap-siaplah dengan arti "apa adanya" itu dengan sebenarnya", pikirku menyetir memutar haluan pandanganku.
Beberapa hari ini aku sudah menggunting tube-tube perawatan kulit wajahku itu untuk sekedar mengais isinya lalu dengan pelit aku mengoleskan sisa-sisa cream itu pada kulit wajahku yang sudah merasa dahaga.
Air mataku ingin meluber aku tahan karena lelehannya akan menghapus cream yang sudah aku kais-kais itu.

Sisi sabarku membisikkan, tidak lama lagi sesekali kau perlu tanpa mereka.
Sisi hedonisku malah mengejekku, bagaimana kau bisa bertahan tanpa merawat kulitmu, pasti sebentar lagi kau akan berbintik-bintik mengerikan bukan jadi menggemaskan seperti anjing dalmation tapi kau mengerikan.
Aku diam menatap wajahku di kaca kecil yang aku punya, terpaku menatap wajahku yang layu serta kelihatan gurat susahku.

Mestinya aku mencampakkan pikiran yang membuatku jadi tamak, menyisihkan setiap koin dari sisa belanja demi keinginanku untuk membeli pelembab wajah.
Gila, aku rela mengurangi jatah laukku demi irit, demi keinginanku untuk membeli pelembab wajah itu.
Beberapa hari ini aku dibuat gila dengan sisi kewanitaanku yang irasional, demi kelihatan tetap cantik.
Aku diam lalu  menangis pelan, mengumpat kegilaanku.
"Duhita, kamu tolol, kamu egois, mestinya kau terima saja jalan yang harus kau lalui ini, kenapa mesti ingin tampil cantik toh anak dan suamimu tetap mencintaimu dengan keadaan apapun", omel hatiku pada pikiran gilaku.
Aku biarkan diriku menangis, toh nanti tangisku reda sendiri seiring dengan redanya irasionalku.

*penderitaan itu datang untuk menempa diri bukan untuk membuat diriku cengeng*