Tuesday, June 15, 2010

Tamu Agung kami yang ke dua (Bagian 2)

Jumat,04 January 2008

Setelah mengantar Daffa ke sekolah pagi itu aku & suamiku ke rumah bersalin di jalan Pahlawan Trip Malang.
Pagi itu aku cek darah dan sebagainya untuk keperluan operasi cesar besok pagi.
Setelah selesai menjalani semua,suamiku mengurus administrasi dan daftar kamar untukku.
Ternyata mulai nanti malam aku harus menginap di rumah bersalin tersebut,aku sedikit resah karena aku merasa belum mempersiapkan Daffa.
"Sudah,kamu relaks saja,Daffa nanti kan sama aku," suara Suamiku tiba-tiba menjawab segala gundahku.
Aku tersenyum dan mulai mengerti kalau Suamiku sudah bisa membaca hatiku atau karena situasi yang begitu menghimpitnya bisa merubah dia begitu banyak.

Suamiku yang dulunya acuh jadi sedemikian halus hatinya dan bisa membaca gundahku.
Inikah hikmah dari semua luluh lantaknya usaha kami..hmm sedikit manis meski ada perih.
Ya perih yang kalau dirasakan cuma sedikit meski imbasnya banyak pada keadaan keuangan kami.
"Mau es teler dempo?", suara Suamiku menawarkan oase yang terbayang dibenakku.
Aku tersenyum mengangguk, dia tersenyum manis. 
Sesaat kemudian aku merasakan nikmatnya es teler dempo dipagi hari.
"Semalam kau begitu berani menjawab ancaman mereka, aku khawatir", kata Suamiku memecahkan keheningan diantara kami.
Dan aku memandangnya dengan tersenyum.
"Aku gak takut sedikitpun,mereka itu aneh koq,kita sudah berusaha memenuhi kewajiban kita, kita juga sudah melunasi beberapa koq nagihnya seakan-akan kita ini tidak berusaha sedikitpun,justru kau yang harus berani menjawab tanya bekas kongsimu itu",jawabku tenang, padahal hatiku bergemuruh seakan akan tumpah ruah memenuhi syaraf kemarahanku.
Kenapa begitu tega teman sekongsi jadi berbalik ikut menagih dalam benakku aku cuma miris,koq tega.
Tapi itu semua pemikiranku saja.
Saat ini suamiku butuh dukunganku bukan kemarahanku atas khilaf ketidak hati-hatiannya tersebut atas kecerobohannya yang menganggap semuanya mudah.

Akh sudahlah, dia membutuhkanku untuk mendampinginya dalam susah begini.
Kalau mendampingi dia dalam keadaan "ada" siapa saja bisa tapi dalam keadaan begini harusnya aku mau!.
Itu saja di dalam benakku.
Dahsyatnya lagi ini anugrah terbesar bagi kami di saat dihimpit kesulitan yang benar-benar sedemikian membesar kami besok akan kedatangan tamu agung,ya anak ke 2 kami.
Sebuah nama penuh harap dan doa aku selipkan pada anak kedua kami,Menara Akbar Dharma Mulia.
Siang itu aku menyiapkan beberapa kebutuhan Daffa selama akan aku tinggal dalam 4 hari ke depan.
Keperluan untuk ke rumah bersalin sudah aku siapkan jauh-jauh hari.
Beberapa buku tulis Daffa aku siapkan,aku juga menulis catatan tentang Daffa yang akan aku titipkan pada adikku di kamelia.

Setelah menjemput Daffa di sekolah, kami menghabiskan waktu dengan memanjatkan doa bersama, duduk terpekur penuh harap meski merasa tercekam dengan ancaman-ancaman yang datang, entahlah kekuatan itu yang jelas Allah Yang Memberi.
Jumat malam,Daffa dan papanya mengantarku ke rumah bersalin, kami sempat makan malam dengan nasi goreng jawa yang kami beli di perempatan Jalan Tongan, nasi goreng Tukiman.

Nah, keadaan ini berat untukku ketika Daffa diajak pulang.
"Sebentar ya Ma, aku mau pulang dulu,mau ambil selimut dan kecemput(bantal kesayangan Daffa)", kata Daffa mendekatiku lalu diciumnya pipiku.
Tenggorakanku terasa sakit seakan menahan tangisku lalu kupeluk dia kubisikkan kata-kata.."Nak Daffa sayang,pulang ya dan bobok sama papa, jangan nakal, malam ini sampai 4 hari Daffa tidak bisa bobok sama mama ya Nak, besok mama kan mau melahirkan adik,maafkan mama ya Nak", suaraku berbisik.
Daffa lalu memelukku erat, dia menangis pelan,jari jemarinya aku genggam lalu aku cium, wanginya masih seperti bayi.
Mata beningnya basah dengan butiran-butiran bening, aku memeluknya erat.
Sekali lagi dia mencium pipiku.
Suamiku yang dari tadi memandang kami mendekat lalu memeluk kami.
Dari situ Allah Memberi tanda padaku bahwa mereka berdua hal berharga yang aku punya saat ini bahkan akan bertambah satu lagi, kemiskinan yang menakuti aku selama ini malah aku tantang, aku tidak takut lagi melaluimu karena aku yakin kali ini kami akan berjuang melaluimu untuk kesejahteraan sejati.
Persetan dengan semua himpitan ekonomi imbas dari jatuhnya usaha suamiku,persetan dengan ancaman-ancaman yang menyeramkan serta serangan-serangan fisik yang mulai mengintai kami,bagiku Suami dan anakku yang utama untuk diperjuangkan,untuk didampingi penuh kasih.

Malam itu aku satu kamar dengan 5 orang wanita, udara jadi panas di ruangan sempit itu.
Suamiku yang sudah sampai dirumah menelponku,memastikan bagaimana perasaanku.
"Honey,bagaimana?", tanyanya tentang bagaimana perasaanku,lalu berbohonglah aku,mengatakan padanya bahwa aku baik-baik saja.
Padahal aku jengah tidak bisa tidur di ruangan yang banyak orang yang tidak aku kenal. 
Sejam kemudian suamiku menelponku lagi...
"Hai...",sapanya dengan suara yang aku cintai itu
"Hai...",sapaku balik
"Pasti kamu gak bisa bobok ya...", tebaknya
"Daffa sudah bobok?,iya aku gak bisa bobok,jengah rasanya tapi kan ini hari pertama,besok kan bobok terus", jawabku pelan.
"Maafkan aku ya Ney,bisaku kali ini cuma kelas 4,gak seperti pas kamu melahirkan Daffa",katanya pelan tapi menghunjam hatiku,perih.
"Kalau tetep kelas 1 berarti gak pinter ya..gak naik kelas",jawabku mengikis piluku sendiri...
Kudengar suara tawanya sampai terbatuk-batuk..khas gaya tertawa suamiku...
"Selamat tidur Duhita,istriku" ,katanya menyudahi obrolan kami di telpon.
"Jangan lupa besok jam setengah enam pagi datang ya...", pesanku untuknya...
Entah bagaimana aku memulai tidurku seingatku aku tertidur dalam panjatan doaku...seribu pintaku kepada Yang Serba Maha hanya untuk Suami & anakku...terlelap aku dalam tidur.


Sabtu 05 January 2008
Pagi ini kumandang subuh kudengar sayup-sayup,setelah mandi & sholat subuh,aku sudah terbaring di tempat tidur yang tidak empuk sama sekali,dua orang suster sibuk memasang infus dan kateter, aku bersiap akan dibawa ke ruangan operasi.
Tiba-tiba pintu geser yang aku lalui tadi terbuka, Suamiku dengan kaos krem dan wajah segar menyapaku..."Assalamualaikum honey, sabar ya, aku nunggu kamu di luar ,ini kameranya sudah aku set...", sapanya menggenggam tanganku,tangannya hangat,senyumnya sejuk.
Aku mengangguk.
Lalu Dokter Maksoem Effendi,Dokter ahli anestesi yang menanganiku menerima kamera dari suamiku sambil meledek suamiku yang tidak berani melihat moment operasiku secara langsung.
Tepat pukul 6 pagi operasi dimulai ,suara Dokter Samodra yang adem itu serasa musik yang indah,setelah berdoa bersama kami pun terlibat...di operasi cesarku yang kedua dan yang tenang...
10 menit kemudian tangis bayi terdengar...Alhamdulillah,Menara Akbar Dharma Mulia...laki-laki,sehat,terlilit beberapa tali pusatnya sendiri,berat badan lahir 3 kilo 900 gram,panjang lahir 50 cm....... dan aku masih terus terjaga.
Aku cium pipi gembul Menara untuk pertama kalinya ketika disodorkan padaku...
"Assalamualaikum Menara...mama kangen",begitu sapaku.
Lalu Menara digendong Bidan Pur untuk diserahkan ke papanya...disambut dengan adzan dan iqomah.
Satu jam kemudian aku sudah mulai didorong menuju kamar...Devi & Dhani (2 adikku perempuanku) yang menemani Mas Toton selama berlangsungnya operasiku itu menyambutku dengan ceria, aku pun membalas godaan mereka.
Rekah bahagia kami menyambut Menara Akbar Dharma Mulia...
duhita-hartono 
-------bersambung ke bagian 3--------