Friday, October 29, 2010

Sarapanku

Negara tropis didera terpaan bencana tetapi CintaNya tetaplah indah

Kupandangi wajahmu meski sedikit terhalang oleh "Mawar tak berduri" ramuan dari Agatha Christie, sesekali kau mengernyitkan dahimu dan aku tetap memandangmu.

Kau bentengi perasaan hatimu yang sedang mengetuk pintu hatimu itu, kalau ada seseorang yang sedang memandang wajahmu.
Kau bangun begitu kokoh rupanya sampai kau tidak merasakan pandanganku.
Biarlah, aku tidak peduli dengan kokohnya tembok hatimu itu.
Aku tetap memandangmu dengan tulus.

Lihatlah kau sesekali tersenyum kecil dan aku tahu senyummu itu ada karena ramuan Si Ratu cerita favoritmu itu, Agatha Christie.
Mungkin lebih terasa senyummu itu meski senyum kecil kalau kau tujukan untukku.

Bagi orang lain kau bisa jadi tidak istimewa tapi bagiku kau sangat istimewa.
Kau selalu ada ketika aku tak perlu memandangmu.
Kau malah meracik ramuan cerita begitu manis tapi tidak membuatku tersedak karena rasa manisnya yang melekat itu.
Kau selalu ada ketika aku tak perlu memanggilmu lalu aku menyatakan rasa gundahku.
Kau selalu ada di kalbuku dan kau tahu itu.
Sejenak kemudian kau letakkan buku hitam bergambar wanita bergaun kuno itu.
Dan aku tahu kau menghampiriku, mendekat ke arahku.
Tersenyum padaku dan kau perlahan jalan ke arahku sedangkan aku terpana sesaat.
sarapan apa pagi ini??? selalu itu pertanyaan cintanya padaku
"Sarapannya sudah siap, Sayang...", begitu suaramu menyapaku.
Aku tersenyum tersipu malu, tertangkap basah pikiranku ini olehmu.





 

Thursday, October 21, 2010

Mauku

Negara tropis panas menyengat membakar amarah yang suatu saat akan padam


Mauku, kau diam saja
Mauku, kau jangan mengusik kami seperti kami yang tidak pernah mengusikmu
Mauku, kau mengaca, melihat dirimu yang sedemikian dengki dan menyedihkan
Mauku, kau menanti tibanya penyelesaian itu
Mauku, kau berhenti dari ocehanmu yang memuakkan itu
Mauku, kau ingat bahwa dulu kita membangun bersama lalu kita hancur bersama
Mauku, kau juga berkaca pada apa yang terjadi
Mauku, kau mengaku bahwa kau pun bukan orang suci

Dan aku sadar tentang mauku ini, kau semakin jauh, semakin menunjukkan siapa sebenarnya dirimu, kau adalah kejahatan nyata bukan berselimut lagi, bukan berkedok lagi.
Terima kasih kau sudah mengakui siapa sebenarnya engkau.

*setiap anak tangga itu harus kita hargai karena darinya kita belajar banyak tentang kesungguhan itu sampai di mana* 

Wednesday, October 20, 2010

Bobby Caldwell - Back To You

Lagu ini malah membuat kami pas masih kenalan pertama di tahun 1998 jadi dekat, kami cuma 2 hati yang sedang patah. Alhamdulillah jodoh.
Semua bisa dan mau mendampinginya ketika dia jaya dan penuh syukur yang kurasa, aku mau mendampinginya kapan pun dalam keadaan apa pun.
I love U, Honey.
hehehe lebay

Monday, October 18, 2010

Mama, aku lapar . Bagian II

Negara tropis panas menyengat,menguapkan endapan rasa susah 

Pertama kali kami menginjakkan kaki di rumah kecil berdinding kusam itu, Daffa mendekap erat tubuhku, aku pun menggendong erat bayi mungil di dekapanku.
Hatiku memekik...Ya Allah, inikah garisanMu
Aku merana, jelas itu yang aku rasakan.
Untuk bisa masuk ke rumah mungil & kusam yang tidak pernah ada dalam bayanganku itu kami harus melalui 3 gang, sampai gang terkecil inilah rumah itu terdapat.
Aku diam tidak bisa menyembunyikan rasa kecewaku, suamiku menghampiri aku yang diam terpaku di depan rumah itu.
"Maafkan aku ya Ney, ini yang harus kita hadapi saat ini", kata Suamiku berbisik padaku.
Aku mengangguk.

Entah bagaimana prosesnya kami berbenah aku sudah lupa
yang aku ingat malam hari menjelang ketika Daffa sudah mengantuk, dia menangis pelan, terisak-isak menahan tangisnya.
Aku mengusap rambutnya yang tebal dan kucium lembut
"Maafkan Mama & Papa ya Nak," kataku pelan
Dia mengangguk lalu membisikkan kata yang tidak pernah aku lupakan seumur hidupku.
"Mama, sebegini miskinnya kita sekarang bisakah kita kaya lagi?", tanyanya polos.
"Daffa, kalau Allah Menghendaki apapun bisa kita lalui dan kita alami, berdoa ya Nak", jawabku.
"Tapi kita masih kaya hati ya Mama", jawabnya pelan lalu dia tertidur di sampingku.
Sesudah Daffa tertidur pulas, aku menangis, meratap ke Allah Ta' Ala, air mataku membanjiri hatiku, membasuh hangat relung jiwaku.

Esok akan jadi hari yang panjang untuk kami hadapi, selama kami masih hina dihadapan mata manusia, aku ikhlas.
Toh dengan jalan ini Allah Memuliakan kami, menakar semua yang sesuai untuk kami.
Dan aku yakin Allah Tidak Menghinakan aku, Menghinakan kami di hadapanNya.
Dengan begini mataku bisa melihat siapa teman kami sesungguhnya.
Bukankah tubuhku sehat, kenapa mesti aku takut lapar ?
Bukankah suamiku masih bisa berpikir, masih Dianugerahi kemampuan bekerja kenapa aku mesti takut anak-anak akan lapar...
Aku cuma Diminta Allah untuk melalui jalan ini, kenapa aku mesti keberatan ?
Kenapa aku mesti merasa tidak pantas dan tidak layak dengan semua kejadian yang menurutku tidak memihakku?
Aku jelas berperang dalam batinku, mengalahkan perasaan sok benar dan sok bahwa jalan semua ini tidak layak bagiku.
Sudah semestinya keikhlasan jadi jalan terindah.
Dan kalimat dari bibir mungil anakku itu adalah cambuk untuk kami tidak berputus asa...
"Mama tidak akan membiarkan kamu lapar Nak", kalimat ini aku tanamkan dalam hatiku lalu aku panjatkan dalam doa-doaku kepada Allah Semata.


Penempaan fisik serta psikis kami adalah hal terindah yang harus kami lalui.
Suatu saat Allah akan Memberi jalan terindah untuk kami.
Itu Yang aku yakini
"Pertolongan Allah datangnya secepat kilat"
Kalau hanya dengan menahan lapar demi anak saja aku pasti mampu.
Amien


*catatan hati "Uzlah(pengasingan diri) ini Aku Persembahkan utk kehidupan yg jauh lebih baik kelak Hanya Karena Allah Semata" *


Wednesday, October 13, 2010

"Mama,aku lapar"

"Dari catatan February 2008
masa kelam,masa pengasahan hati,kalbu serta fisik kami" .

Pagi ini, di suatu tempat yang sangat asing bagiku, aku mulai mencuci popok-popok bayi kami, Menara Akbar Dharma Mulia.
Tiba-tiba si sulung membuntutiku sambil memegang erat rok-ku.
"Mama,sakit punggung Kakak tidur di kasur tipis itu...",rengeknya melecut hatiku, mengiris kalbuku.
Aku cuma mampu mengelus rambutnya yang tebal itu, memandang mata bulatnya yang indah, lalu  aku berbisik pelan di telinganya.
"Sabar ya sayang, tidak lama koq kita disini, terimakasih Kakak sudah ikut berjuang ya, mau tidur di kasur tipis itu, kamu hebat".
Air mata mendesak ingin tumpah ruah tapi sekuat tenaga aku tahan sambil aku dekap dia.


Lalu dia ikut jongkok disebelahku, menemaniku mencuci baju-bajunya, baju adiknya serta baju papanya, sesekali aku mencuri pandang wajahnya, aku berdebar menanti ekspresi apa yang akan dia nampakkan.
La Khaulla wa La Quwatta Illah Billahi.
Hanya Engkau Ya Allah Yang Memberi kami kekuatan.
"Mama nggak kangen mesin cuci kita kalau pas mama mencuci begini?",tanyanya polos dengan wajah bulatnya,dengan sorot matanya yang berbinar cerah.
Aku menggeleng pelan.
"Mama nggak kangen rumah datuk & Uti pas melihat rumah kecil yang kita tempati sekarang?", tanyanya semakin mendesak mengarah ke perasaannya,
Ya Allah, bahkan Ananda kami terasa kami sekarang jauh berbeda.
"Kak Daffa,semua itu jadi kenangan jadi mama pun merasakan yang seperti Kakak rasakan,kita jalani saja ya dengan doa dan Papa pun berusaha terus,Mama minta doa Kakak ya", jawabku.
Entah dia mengerti atau belum mengerti, aku cuma bisa menjawab demikian.
Setelah selesai dengan cucianku, anak sulungku ini masih mengikuti terus.


Aku membersihkan ruang depan yang sempit dan kusam dindingnya itu.
"Mama,aku lapar...", suara lucunya itu menyentakku, membuatku sadar bahkan aku belum memasak apapun.
Aku ke dapur kecil melihat persediaan makanan yang kami punya
tinggal beras 2 gelas kecil,dan satu telur ayam.
Aku memulai memasak ternyata minyak gas kompor mitan yang kami punya mulai menipis.
Suamiku ternyata dari tadi memperhatikanku, lalu dia menghampiriku...
"Honey,maafkan aku ya",katanya dengan suara beratnya itu.
Dan aku tahu dia mengucapkan dengan seribu penyesalan yang cukup menyiksanya...aku cuma memeluknya sebentar lalu mengusap air matanya juga air mataku, air mata kami.
Dengan kasar kata hatiku mendesak hatiku, sedemikian parah inikah jalan yang harus kami lalui???
Aku menepis kata hatiku dengan keras juga.
"Duhita,karena kau begitu istimewa maka Allah Memilihmu untuk menjalani ini".
Pongahnya jawabanku itu menepis gundahku.


Sebentar kemudian suamiku kembali entah dari mana,dia membawa 2 bungkus nasi campur.
Daffa senang sekali,matanya berbinar lalu makan dengan lahap.
"Sebentar lagi kamu menyusui Menara,makanlah", kata Suamiku menyodorkan satu bungkusan yang tersisa.
Kalau aku makan, Suamiku makan apa, begitu pikirku.
"Kita makan berdua ya,"  kataku
Suamiku menggeleng tapi aku memaksanya.
Sekedar mengisi perut kami diam dalam pikiran kami masing-masing.
Aku tidak mau mengusik pikiran suamiku dengan pertanyaan yang akan membuatnya terasa makin berat.
Setiap helaan nafasnya aku merasakan bebannya.
 -------------------bersambung--------------------------




*Negara tropis panas membakar kenangan masa berat yang mulai berlalu*

Menulis itu...(panduan dari si amatir) II

Negara tropis,panas membara dengan cepat mengeringkan tinta penaku

Menulis itu mudah tapi jangan dianggap remeh
maka aku memperhatikan semua masukan yang positif buatku
Masukan yang bagaimanakah?
Masukan yang membangun kualitas tulisanku seperti yang selama ini aku dapatkan dari salah satu guruku...Tjandra Ratna Dewi.
Dia dengan sabar memberi ilmunya tentang membaca & menulis...terima kasih Tjandra Ratna Dewi.
Menulis itu dimulai dengan hal-ahal yang aku anggap mudah tapi aku tidak meremehkan hasilnya.
Menulislah maka kau akan merasakan sesuatu telah mengisi jiwamu.
Untuk menuangkannya memang dibutuhkan mata dan telinga terbuka...membuang emosi yang malah akan mengikis pembangunan dari karakter menulis itu sendiri.
Aku setuju menulis itu dimulai dengan penggunaan bahasa yang lugas dan benar.
Karena menulis itu adalah sebagian dari seni maka menulislah dengan indah.
 

Menulis itu ....(panduan dari si amatir) I

Negara tropis membakar semangat menulis si amatir,Duhita.

Menulis itu membuat aku terlepas dari peningnya kepalaku
Menulis itu mengalirkan genangan kata yang ada di kepalaku
Menulis bagiku menyenangkan diriku sendiri
Menulis itu sederhana bagiku,apa yang melintas di pikiranku aku tuangkan begitu saja
Menulis itu aku buat mudah agar aku selalu menulis
Menulis itu hal biasa yang bisa dilakukan semua orang dan menjadi istimewa serta indah karena kerelaan hati untuk berbagi
Menulis itu harus dibarengi dengan banyak membaca,tidak hanya buku yang dibaca tapi keadaan serta apa yang terjadi di sekitar kita juga harus dibaca.

Tuesday, October 5, 2010

Serpihan Rindu


Negara Tropis...didera panas membara kembali membakar rindu 


Aku menyusuri jalan yang biasa aku lewati dulu yang kini asing bagiku.
Ada rasa kehilangan hal-hal yang lalu...ya aku merindukan bangunan kuno TK Indria II di sebelah Hotel Bahagia...aku merindukan Toko Kelontong Ratna di Jalan besar Ciliwung.
Mereka sudah berganti wajah,sudah berganti tampilan.
Sepi...aku menyusuri jalan-jalan yang biasa aku lewati cuma ditemani si kecil Menara.
Sesekali dia bertanya..."apa itu Ma?"...
dan aku pun sesekali bertanya pada diriku sendiri...ini gedung apa ya koq aku gak pernah lihat sebelumnya.

Rinduku berubah...bergeser ke arah tanya dalam diri...yang kurindukan sudah jadi sesuatu yang asing bagiku.
Rinduku pecah...serpihannya tidak membuatku perih merana tapi malah menyiram dingin relung hatiku.
Aku bersyukur dalam hati...bahwa hal yang kuanggap buruk yang aku lalui selama ini adalah berkah yang patut aku syukuri.
Biarlah caci maki menerpaku...biarlah fitnahan menyapaku...biarlah buruk sangka menghajarku...aku menikmati itu semua dengan rasa syukur dengan basuhan air mata yang memecah rindu menjadi serpihan-serpihan indah yang berubah jadi kristal BerkahNya yang aku rasakan syahdunya.

Menara tertidur di sebelahku...aku membelah malam dengan menyusuri jalan-jalan kenangan selama aku tinggal di kota yang nyaman ini,kota yang aku tinggalkan dengan rasa keterpaksaan...dan ternyata meninggalkan kota indah itu adalah pembelajaran yang berharga untukku.
Serpihan rindu itu jatuh di hati berganti menjadi kristal rindu yang indah...
Kelak aku akan kembali lagi dengan cara penyelesaianNya yang indah.

kutulis ini dengan mengenang segala indahmu,dalam suka & duka kau tetap menawan...

*panas terbakar rindu*