Monday, February 27, 2012

Hanya Disuruh Bersabar Saja, Ternyata itu Intinya

Negara tropis panas menyengat, menyadarkan diri apa itu arti kesabaran.

Hidup bergulir cepat karena lalai akan waktu.
Aku sadari itu.
Begitu sabar menjalani waktu yang tepat, Allah Paring keluasan waktu.
Tidak ada lagi perasaan begini : Oo gak terasa ya sudah sore, Oo gak terasa ya sudah berganti tahu. Harusnya terasa kalau kita mempersembahkan ketepatan waktu untukNya. Ampuni kelengahan kami Ya Rabb. Lengah waktu membuat tak terasa semua bergulir cepat.
Sadar aku itu ternyata karena aku lalai akan waktu yang tepat.
Persembahkan ketepatan waktu padaNya, itu ternyata kuncinya agar tak terlalaikan dengan bergulirnya waktu.
Allah Maha Baik.
Kita ini hanya disuruhNya bersabar dalam menjalani suratanNya, apa kita mengingkari jalan yang tersedia untuk kita ini.
Hanya sabar saja.
Kata-kata sederhana tapi berat untuk menjalani tapi sekali lagi tapi tidak khayal untuk dijalani.
Balutan doa memohon kesabaran padaNya selalu.

*bergulirnya usia, semakin licin jalan yang akan dilewati, ilusi pengejaran dunia membuat lengah mempersembahkan waktu yang tepat bagiNya, tidak lagi, tidak lagi. Mohon ampunan selalu atas kelengahanku dan menepatkan diri pada jadwalNya*


Sunday, February 26, 2012

Mari Jalani GarisanNya

Negara tropis, hujan datang sejuk menyapa, jiwa gersang itu telah bersemi kembali.


Pelajaran berharga dari berpasrah diri itu mulai menumbuhkan tunas damai.
Mulanya aku menanam bibit berpasrah pada jalan yang sudah digariskanNya dengan setengah hati.
Apa yang kudapat ?
Jelas penderitaan yang kudapat
Kenapa begitu ?
Karena aku terlalu dangkal memaknai arti berpasrah diri.
Aku masih belum total.
Aku masih mendikte Allah.
Contohnya begini, ketika kami susah dan mohon pertolongan, aku menetapkan siapa yang harus menolong kami dengan berpikiran mereka kan kerabatku sudah sepatutnya mereka menolong kami apalagi mereka jauh lebih mampu dari kami.
Dan aku tertampar jatuh karena pemikiranku yang dangkal.
Slappp...
Aku sadar diri.
Istighfar panjang
Menangis mohon ampunan bahwa aku terlalu mengkerdilkan Yang Serba Maha.
Kenapa aku mesti menentukan pertolonganNya datangnya dari mana.
Bodoh Duhita, kau menyiksa dirimu.
Sudah seharusnya berpasrah itu benar-benar berserah diri bukan mendikte.
Allah begitu Maha Memberi
Banyak pertolonganNya, kenapa aku menyempitkan diri.
Tamparan keras itu membuatku menangis menghajar diriku yang terlalu naif.
Berhenti mendikteNya.
Sadari jalanNya itu lebih pasti.
PertolonganNya datangnya secepat kilat.
Aku menjadi damai dengan begini.
Mari jalani garisanNya tanpa lepas doa dan harap cuma pada Allah semata Yaa Dzaljalaali Wal Ikram.

Friday, February 24, 2012

Masih Sama

Negara tropis panas membara membakar rindu.

Caranya memandangku masih sama
Caranya menyapaku masih sama
Setiap aku bangun dari tidur, dia menatapku mesra. Masih sama seperti dulu, seperti hampir 12 tahun saat kami masih pengantin baru.
Allah Maha Tahu, mengirimku orang yang baik, orang yang setia, orang yang menerima aku.
Allah Maha Mengerti dia paling pas untukku sampai nanti.
Aku mencoba menyapanya dengan cara berbeda tanpa suara, aku selipkan jemariku di atas jemarinya yg sedang ada di mouse komputernya, dia membalas dengan meremas jemariku...masih seperti dulu.
Aku tersenyum, dia dia menatapku.
Kami berhadapan tanpa suara.
Dia diam tapi aku tahu hatinya tersenyum untukku.
Masih sama, senyum yang dulu.
Biarlah kesedihan itu mengasah kita
Karena hangatnya sinar matahari masih membuat kita tersadar
Biarlah kegembiraan menyapa dengan cara kesederhanaannya...karena kau ada disampingku.

Negara tropis dilingkupi cinta menutup bulanku demgan diiringi suara Vince Gill bernyanyi di reff : I still believe in you.With a love that will always be. Standing so strong and true
Baby I still believe in you and me.  (Judul lagu : I Still Believe in You)

Friday, February 17, 2012

Alhamdulillah usiaku tahun ini, 37 tahun

Negara tropis panas membara, menyibak tirai keindahan bersyukur.




Sehari menjelang hari tepat persis berkurangnya usiaku, badanku terkena flu.
Sedangkan pekerjaan rumah tangga begitu menumpuk.
Aku benar-benar merasakan betapa kurang bersyukurnya aku kali ini.
Istighfar terus hatiku, lisanku.
Ya Allah mestinya aku mengerti batas kemampuan badanku.
Ya Allah ampuni aku terlalu memaksa diriku.
Sore hari dengan badan gemetar demam aku harus antar anak-anak Madrasah di masjid. 
Bagaimana ini, aku diam sejenak lalu Bismillahirrohmanirrohim..sekuat tenaga aku bangun lalu aku mandi, aku gosok badanku dengan jahe, aku cuci bersih rambutku. 
Alhamdulillah begitu keluar dari kamar mandi badanku segar, aku minum teh hangat buatan anak sulungku. Sholat Ashar sejenak.
Lalu dia tersenyum manis, "Jadi kan Ma, antar aku ngaji ?", tanyanya pelan-pelan. Aku mengangguk.
10 Menit kemudian anak sulungku sudah di depan masjid. 
Wajahnya ceria, dia mencium tanganku, mencium kening adiknya.
Aku bergegas pulang.
Memebereskan rumah, aku mencuci piring gelas yang menumpuk karena aku tinggal tidur tadi.
Mengepel lantai sampai badanku berkeringat.
Dalam pekerjaan rumah yang sedang aku kerjakan aku selipkan doa, aku berkali-kali meresapi doa Dzun Nun,
 LAA ILAAHA ILLAA ANTA SUBHAANAKA INNII KUNTU MINAZH ZHAALIMIIN (Tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk diantara orang-orang yang berbuat aniaya)
Tanpa terasa, air mataku jatuh. Lunglai tubuhku.
Sampai umur menjelang 37 tahun aku masih suka ngedumel tentang kerasnya hidup.
Ya Allahu...Ampuni hamba.
Baru menjelang 37 tahun ini aku begitu sadar bahwa Allah menganugrahkan semua nikmat, semua kekuatan, semua kejadian ini sesuai denganku.
Ya Allahu, Ampunkan hambamu ini.
Terima kasih atas semua yang telah Kau izinkan terjadi padaku.
Tanganku gemetar serasa Surah Al Anbiya' memanggilku.


Duhita, welcome home

Tuesday, February 14, 2012

Usai perjuanganku untuk kalian

Negara Tropis, panas membara menguapkan rasa ingin dibalas cinta, ingin dimengerti, menguarkan udara bertuliskan ya sudahlah.


"Anda tak dapat memilih keluarga Anda. Mereka adalah hadiah Tuhan untuk Anda, seperti Anda untuk mereka." ~ Desmond Tutu




Seperti ungkapan pembuka itu aku memahami paket yang datang untukku 12 tahun yang lalu.
Sayangnya aku terlalu memaksa diriku merebut hati orang-orang baru agar mencintaiku.
Aku yang salah terlalu banyak berharap
Aku yang salah terlalu risau menerima pandangan skeptis mereka.
Lalu aku juga yang salah mendengar sakitnya hati ini dihasut, direndahkan hanya karena tak mampu lagi beli parfum wangi.
Aku juga yang salah mendengar mulut manis yang ternyata bermuka dua.


Sudahlah aku menyerah untuk berjuang agar kalian mencintaiku.
Aku jadi lupa menerima diriku
Aku jadi lupa mencintai diriku


Kali ini usai sudah perjuanganku, aku tak lagi ngotot memperjuangkan agar kalian mencintaiku seperti aku mencintai kalian.
Biarlah aku mencintai kalian meski kalian tak cinta, meski kalian hanya melihat keburukanku.
Bagiku kalian hadiah untukku, kalau aku bukan atau tidak berarti lagi hanya karena kehadiran orang baru yang melibas sesungguhnya aku...itu pilihan kalian. Sorry but I love You all.
Biarlah.

Kumpulan Refleksi Diri Menjelang Berkurangnya Usia.

Refleksi diri (1)
Semakin mengarah berkurangnya usia, semakin paham bahwa jalan sudah disediakanNya, baru 2 tahun ini mengerti setelah dihajar banyak hal yg dipaksakan oleh keegoisanku untuk diakui untuk dicintai, kali ini aku benar-benar melepaskan diri, tidak mendikte diri untuk aku kan cinta kalian maka kalian cinta aku ya. 

Aku juga berhenti dengan pikiran kalau aku jadi dia maka aku akan menolong saudara sendiri yang berkesusahan karena aku baru sadar baru meresapi arti kepasrahan mendalam. Aku berhenti mendikte diriku, aku menerima sepenuhnya diriku, terserah pada orang yang aku cintai mereka membalas cintaku atau tidak.







Refleksi diri (2)
Duhita Hayuningtyas, anak tangga yang rapuh yg harus kau lalui itu pasti berguna untuk menguatkan anak tangga yang mudah kau lalui.
Kerelaan hati untuk menerima semua keadaan adalah bekal utama.
Kalau ada angin badai yang harus dilalui toh setelahnya ada langit biru cerah menantimu.







Refleksi diri (3)
Duhita Hayuningtyas jangan bodoh lagi terbelenggu hal yang tak berbalas karena semua sudah garisanNya.
Kalau ada yang lupa akan engkau itu semua kehendakNya, cukup sudah kau membuktikan cinta dan perhatian. GarisanNya sudah sangat jelas. 







Refleksi diri (4)
Duhita Hayuningtyas, jangan mengecilkan arti dirimu hanya karena mereka ndak cinta lagi padamu, cintai dirimu agar kau bisa tertawa lepas lagi demi anak-anak, kembalilah ceria selucu duhita yang sanguine, jangan kau kikis dengan kebencian hanya karena hasad (iri dengki) seseorang bahkan dua orang atau lebih padamu. Itu anugerah terbaik.
Dibenci, dihasut, dikucilkan itu bukan hal yang buruk, itu a
nugrah karena kau bisa mengasah mata batinmu, Duhita.
Sudahlah jangan merasa jadi korban

Cerialah kembali ya Duhita, langit biru dan hangatnya sinar matahari menanti utk disyukuri begitu juga dengan sinar menyengat dan membuatmu berpeluh, itu semua anugerah bukan kutukan.






Refleksi diri (5)
Tidak perlu gusar kalau keadaan berubah karena yang abadi adalah perubahan
Begitu pula dengan perubahan sikap dan perlakuan hanya karena kau sudah jadi orang pinggiran, Duhita Hayuningtyas

Dengan begitu kau tidak terlena dengan waktu luang, keadaan yang nyaman, orang-orang yang ada dan cinta padamu hanya karena kau berada.
Dengan begini, kau ingat akanNya. Ingat cintaNya







Refleksi diri (6)
Duhita Haayuningtyas, namanya manusia ya ada lebih dan banyak kurang.
Diingat aja yang baik-baiknya, gampang kan.
Cinta tanpa syarat gitu lho...
Biar sudah aku mencintai semua keluarga besarku dengan sederhana, biar sudah kalau ada yang menerimanya bukan sebagai cinta.







Refleksi diri (7)
Semoga kesabaran selalu ada
Seperti sabarnya Matahari ketika mendengar gerutu insan bumi karena sinar teriknya
Seperti sabarnya Hujan ketika mendengar gerutu insan bumi karena dia hanya datang berturut-turut lalu berhenti menyisakan air yang toh nanti terserap tanah.
Seperti sabarnya anak-anak berceloteh menanyakan banyak hal pada ibunya.
Seperti sabarnya orang tua anak perempuan yang anaknya kelak mendampingi pria pilihan hatinya.
Ya Allah aku yang banyak meminta ini ... sekali lagi meminta dilimpahkan kesabaran karenaMu.

Wednesday, February 1, 2012

Aku Sudah Tidak Mendengar Cemoohmu Lagi

Negara Tropis dilanda hujan menggerus habis kebencian yang kau tebar, ketenangan sudah ada di hatiku.

Tidak ada niatku menanggapi cemoohanmu
Tapi kau selalu mengusikku
Tidak ada dalam pikirku kalau kau sedemikian membenciku
Tidak ada dalam bayangan terburukku sekalipun
Tapi semua tiba-tiba menjelma nyata
Menampar keras kekagumanku padamu
Kau dengan jelas mulai menampakaan warna aslimu
Mestinya aku bersyukur kau sudah bukan jadi bunglon yang bisa mengelabuiku.
Mestinya begitu
Tapi rasa sakit hatiku ketika aku begitu percaya mencurahkan kepedihanku padamu ternyata malah kau dengan teganya menyampaikan semua curahan hatiku dan kau malah jadi sosok putih bersih sedangkan aku...aku terhina paling hina bahkan aku kau jatuhkan dalam berbagai gurauan, sindiran.
Sebegitu bencimu sampai kau mempengaruhi yang lain untuk membenciku.
Bodohnya aku nelangsa pada manusia.
Kali ini aku sudah menjauh darimu, aku mendekat padaNya.
Aku bisikkan segala galauku padaNya
Aku tangiskan semua sedihku
Aku jelang semua bahagiaku
hanya berpasrah padaNya
Aku sudah tidak mendengar cemoohmu lagi Mbak yang ayu, Mbak yang cantik, Mbak yang alim.
Salam takzimku padamu.
Dari cemoohmu aku belajar bahwa semakin kita menghiba pada sesama manusia semakin kita hina.
Tapi kalau kita menghiba pada Allah semata...kemuliaan hanya milik Allah.
Aku berterima kasih penuh syukur atas semua yang ditimpakanNya pada kami ini adalah penyibak kelambu, menganugrahkan mata hati pada kami.
Dengan semua itu aku jadi tahu siapa yang asli dan siapa yang palsu.
Aku sudah tidak mendengarmu lagi, meski aku tetap bisa melihat dengan jelas kepalsuan serta iri hatimu.
Berperanglah sendiri.
Aku sudah berdamai dengan diriku sendiri.

Senyuman Daun Djati

Negara Tropis, dilanda hujan yang enggan berhenti membuatku merindukan Matahari.


Aku berdiri di fajar menjelang, merasakan hembusan angin yang datang bersama hujan.
MemujiNya dalam keheningan.
Merasakan sejuknya aliran udara berkahNya.
Daun djati muali menghijau seakan menyambut hujan dengan mesra.
Bisikan daun djati serasa kudengar
Dia memujiNya, bersyukur atas hujan yang didatangkanNya.
Lalu daun djati pun seakan berkata padaku...
"Bahkan ketika kemarau menerpa membuat kami bertahan hanya beberapa lembar dalam satu pohon...Kami tetap memujiNya, tetap bersyukur padaNya".
Berdesir darahku...
Astaugfirullah...Mohon ampunanmu Ya Rabb
bahwa dalam suatu kepedihanpun sudah seharusnya aku selalu bersyukur bukan hanya menghiba merintih dalam pilu.
Ampunkan hambaMu yang hina ini.
Kepedihan itu Kau derakan padaku yang memang harus Kau asah.
Matur sembah Nuwun sanget Ya Gusti Allah.
Alhamdulillah.
Dan senyuman daun djati padaku membawa haru biru