Sunday, May 13, 2012

Sehat, Sakit dan Sembuh



Dalam keadaan sehat hati, jernih dalam berpikir dan sejuk apabila lisan yang dikeluarkan tidak menyakiti hati orang sekitar kita, orang-orang yang sepantasnya kita jaga perasaannya.
Itu dalam kondisi sehat hati, tapi apakah benar kita selalu dalam keadaan sehat.
Penyakit hati itu bisa menyerang siapa saja, racun perkataan yang bertebaran sering membuat hati kita mendengarkannya lalu tanpa terasa menyerapnya kemudian membiarkan hati kita terserang racun tersebut.


Benar kita lah yang membiarkan hati kita sakit, bukan orang lain.
Aku sering mengalaminya dan ketika di usia 37 tahun ini aku tersadar bahwa sumber permasalahan itu ada pada diriku sendiri ketika mengahadapi suatu masalah.
Aku memendam sakit hati dengan menyimpan bara api perkataan-perkataan yang menyakitkan yang dilontarkan beberapa orang terhadapku, hasilnya adalah tanpa sadar hatiku yang sakit ini menjadikan racun bagi lisanku, bagi perkataanku.
Aku jadi pandai menyindir, skeptis dan sinis.
Menjijikan, mengerikan.


Butuh mata orang lain untuk melihatku sedemikian, benar adanya terlalu lengah kalau kita berkaca melihat diri sendiri, merasa baik dan terjaga itu bukan sadar diri tapi malah racun, membutakan pandangan nyata tentang diri.
Dan butuh besar hati untuk merenung, meratapi kesalahan yang tak terduga hanya karena hai sakit lalu kita mengumbar racun lisan menyakiti orang-orang di sekitar kita yang mestinya kita limpahi kata-kata sayang, lemah lembut dan penuh kasih.


Perenunganku begitu panjang, butuh keheningan untuk mendengar bisikan hati yang lirih karena dia terhimpit racun yang aku biarkan menyerangnya.
Ketika sunyi berdiam diri lalu menatap dua malaikat yang dianugerahkanNya padaku terlelap di pelukanku, aku sadar aku tidak mau teracuni lagi.
Ketika sunyi menyergap, aku sadar kejernihan berpikir itu menuntun seseorang untuk tidak emosional, tenang dan yakin bahwa jalan kehidupan sudah disediakan oleh Allah, apa susahnya menjalani dengan sabar dan tetap jernih tidak membiarkan penyakit begitu mudah menyerang.


Dari kepolosan anak-anak aku belajar banyak untuk menahan diri dari amarah.
Dari keraguan aku belajar untuk menahan diri agar tidak grusa-grusu.
Dari banyak hal termasuk dari cerita seseorang yang begitu getol menceritakan keburukan seseorang yang ternyata seseorang itu banyak membantunya, kecemburuan membutakan mata seseorang yang banyak mengumbar kejelekan seseorang yang menolongnya.
Dari sana aku belajar berkaca.
Termasuk memandang seseorang itu jauh lebih mulia dari kita, tidak merasa kita ini paling baik, tidak terlena dengan keadaan.
Ketika terhimpit kesusahan itu tandanya aku harus belajar membrangus kesombongan dan kepongahanku, menyadari betul semua ini titipanNya termasuk harta jika dimintaNya aku bisa apa selain mohon kekuatan padaNya pada Allah Semata.
Ketika nanti kelak aku bertemu begitu banyak kemudahan itu tandanya semua bukan hak-ku karena itu wajiblah aku berbagi dan selalu sadar bahwa semua ini kehendakNya.


Aku belajar untuk menjadi sembuh dari sakit hatiku, aku tidak mau menyakiti orang sekitarku, orang yang aku cintai itu dengan kata-kata menyakitkan hanya karena aku membiarkan hatiku sakit.
Aku tidak mau mencabik-cabik perasaan orang-orang yang aku cintai hanya karena aku memendam sakit hati karena hinaan dan sebagainya itu, aku tidak mau lagi mendikte hatiku dengan seharusnya mereka memperlakukan aku dengan halus karena aku halus berperilaku pada mereka dan sebagainya.
Aku tidak mau menancapkan taring beracun yang didiktekan hatiku untuk membalas sakit hatiku.
Dari sehat lalu sakit, aku mau sembuh.
Aku mau sehat kembali dan tidak mau sakit hati lagi hanya karena egoku.


*di suatu tanggal di mana kesadaran mulai terasa menghangat bahkan menyengat membakar sisi egoku menyalakan diamku*

2 comments:

  1. sebuah kenyataan yg berat, dikala hati kita tersakiti, tetapi kita berusaha untuk tidak membalasnya. ikhlas memang sulit. akhirnya terpendam di dasar hati menjadi sebuah racun dendam... begitu sulitnya menjadi seorang yg ikhlas...

    ReplyDelete
  2. belajar banyak untuk bisa menerima kenyataan dengan lapang hati dan aku sudah seharusnya banyak untuk diam menanggapi lontaran-lontaran yang menyakitkan, berkaca ^_^

    ReplyDelete