Friday, August 27, 2010

Merasakan perasaan Mr Fredrikcsen "UP" .

Kampung kumuh ditengah deraan panasnya kesadaran

Sudah 2 hari ini aku selalu menemani Menara nonton film UP produksi Pixar.
Menikmati dari awal cerita membuatku paham bagaimana perasaan Mr Fred dipaksa keluar dari rumah yang nyaman.
Serasa mengulang adegan dimana aku harus meninggalkan rumah nyaman tempat tinggal kami dulu.
Seandainya ada banyak stok balon warna-warni... aku pun ingin membawa terbang rumah tempat tinggal kami dulu.
Aku ingat betul kami harus tergesa meninggalkan semua karena ancaman yang kami terima tidak bisa dianggap remeh... gagalnya usaha mandiri yang kami miliki itu berdampak besar terhadap kehidupan kami.
Dan saat itu hatiku sudah mereset mind set bahwa kenyamanan harus ditinggalkan mungkin agak lama 3 sampai 4 tahun.
Malam sebelumnya aku begitu capek beres-beres barang yang sekiranya kami butuhkan dan sanggup kami bawa.Menara masih umur 10 hari,untungnya dia masih suka bobok.
Pada saat itu aku pikir aku sudah membawa barang-barang yang kami butuhkan...dan ketika kami meninggalkan kota kami tercinta dengan hati galau karena suasana sangat mencekam aku sadar barang kami banyak yang tertinggal.
Daffa menangisi sepedanya yang terpaksa harus ditinggalkan,dia juga menangisi skateboard kesayangannya...dia menangis tanpa suara.Air matanya menetes begitu saja...
"Maafkan kami ya Kak,hapalkan setiap jalan yang akan kita tinggalkan,kita baru bisa kembali 3 atau 4 tahun lagi dengan ijin Allah", bisikku sambil memeluknya, bayi mungil dipangkuanku menggeliat merasakan sesak karena aku memeluk kakaknya erat.
Suamiku diam menunduk, entah berdoa entah galau... saat itu aku tidak berminat bertanya apa yang sedang dalam pikirannya.
Dalam perjalanan, sesekali Daffa berceloteh,
mencium adiknya dan memelukku.
tercabut dari asal memang sakit, tapi aku yakini ada hikmahnya
Rekaman kejadian ini begitu jelas ketika aku menemani Menara nonton Film UP. Aku merasakan betapa tersiksanya Mr Fred karena harus berpisah dari rumahnya tapi dia bisa membawanya sedangkan kami... kami tidak.
Saat ini kami masih berjuang untuk bisa kembali pulang,berjuang untuk recovery semua hutang usaha kami...recovery nama baik jugakah???
Entahlah,toh kami cukup jadi bulan-bulanan bekas teman kongsi dan seorang yang merasa kami rugikan... aku tidak berminat menyangkal karena kelak akan tersibak siapa yang benar. 
Saat ini mereka menjajah kami dengan menginjak nama kami,seakan kami penyebab utama bangkrutnya usaha kami.
Aku tidak mau tahu dengan kehidupan bekas teman kongsi kami yang pastinya masih makmur,masih bisa menampakkan diri di kota asal kami yang nyaman itu dengan berdalih kamilah yang harus bertanggung jawab.Cuma hati kecilku ingin bertanya pada jiwa mereka...kami sedemikian sangat terbatas dan kami sedang berjuang mencari jalan terbaik untuk menyelesaikan ini semua,kenapa kau masih usik kami?.Lupakah kau saat salah satu pengacaramu menawarkan pilihan yang tidak adil bagi kami,suamiku yang bertanggung-jawab dan kau yang menghandle kehidupanku dengan anak-anak...lucu kau,emang kau Allah???.
Kehidupanmu masih sangat nyaman, anak & istrimu masih bisa merasakan apa itu sekedar jalan ke mall, masih bisa berfoto ceria di tempat-tempat liburan... aku tidak memaksamu untuk merasakan apa yang aku alami saat ini tapi aku hanya meminta jiwamu mengakui bahwa dulu kau pun pernah merasakan madu keberhasilan usaha yang dikelolah suamiku...
Dulu kau tidak ada sumbangsih pemikiran yang sesuai dengan gelar kesarjanaanmu itu, saranmu cuma sebaiknya kita berhutang disini atau disana,dan sekarang kau begitu menyerang dan menjatuhkan kami.
Lupakah kau dengan Nikmat yang pernah kau rasakan itu???
Lalu saat ini, bukannya kau mempermudah langkah kami kau malah menyerang dengan tebaran berita-berita bohong tentang kami.
Apakah kau puas dengan langkah-langkahmu yang picik itu???
Begitukah watak orang yang mengaku beriman, yang selalu merasa benar tapi menolak menerima Qadha' dan Qadar Allah???
Begitukah ciri orang yang tangguh menghadapi kegagalan dengan melimpahkan kegagalan ke orang lain lalu berdalih kau sudah banyak membayar ini dan itu,lupakah kau ketika kegagalan usaha minyak beberapa waktu yang lalu kami semua yang menanggung?
Kau picik...
Kau masih berlindung dibawah kegagalan kami,kau bertopeng.
Kau menyedihkan dan kau bagaikan tokoh Charles Muntz di UP. 
Kau lupa kalau Allah itu Maha Menghitung. 
Ya Allah...kami memang harus dikucilkan dengan segala keterbatasan kami berjuang untuk kembali,ada luka ada sembuh.
Menara sudah umur 2 tahun setengah dan belum pernah bertemu keluarga besar kami...aku yakini saja bahwa "Sesungguhnya Pertolongan Allah Begitu Dekat"  
karena saat ini kami hidup dengan sederhana dan tetap berjuang untuk melunasi hutang kami...
Kami bukan pelarian,kami cuma seperti Mr Fredrikcsen.

Ramadhan 17 1431H
*kelak kami pulang dengan Bantuan Allah untuk menyelesaikan masalah yang cuma sebut saja cuma dunia harta...* 

No comments:

Post a Comment