Saturday, March 3, 2012

Jangan Memberi Embun Palsu

Negara tropis, panas membakar emosi agar hilang tak berbekas tapi masih menyisakan kecewa.




Maksud hatiku untuk berdaya secara ekonomi aku berdagang kecil-kecilan.
Banyak yang suka makanan produksi rumahanku yang memang bermodal pas-pasan.
Jadi aku selalu berharap dalam doa agar segera dibayar.
Apa daya banyak yang menyindir aku terlalu saklek.
Terlalu tidak percaya dan sebagainya.
Sedih, kenapa mereka tidak merasakan untuk mewujudkan produk itu aku mengorbankan waktu dan biaya.
Memang senang mereka pesan tapi sedih begitu mengecek posisi uang di atm yang tidak bertambah.


Aku cuma bisa meredam emosi dengan menangis dalam hati.
Tidakkah kalian lihat betapa beratnya kepercayaan.
Aku menjanjikan anak-anakku beli ice cream yang sekotak Rp 38.000 itu tapi atm-ku masih belum berubah.
Ya Allah, yang beli ini orang cukup semua lho.
Sedih terseok pulang dari atm, dan bingung jawab apa ke suami yang tanya nanti ya.
Tapi jaga image harus dibangun, harus tetap senyum meski hati menangis.
Seribu dua ribu itu berarti.
Aku tidak mau cerita ke suami betapa beratnya usaha kecilku ini, aku hanya akan bercerita kalau jadi pengusaha tanpa kredit dan benar-benar modal doa itu asahanNya di depan, perihnya hati tentang kelakuan konsumen juga bekal.
Aku tidak mau dikecilkan dengan kata-kata  "nah apa yang sudah aku bilang, resikonya itu lho".
Aku diam tapi aku tidak mau surut langkah.
Aku minta Allah aja ...
tidak meminta pada yang lain.
Pelajaran yang aku dapat, jangan memberi harapan ke orang yang memang begitu berjuang, embun palsu.
Sudahlah


*menutup pagi mendung, cucian menumpuk*

2 comments:

  1. membaca dan melihat sesuatu yg terjadi di sekitar kita, kadang membuat hati untuk lebih bangkit, krn kadang ada angin bertiup yang berbisik, "tuh..kmu masih lebih beruntung", dan hatikupun berucap, "alhamdulillah.. terima kasih ya Alloh, aq tidak sendiri dalam kesulitan"

    ReplyDelete
  2. Kesulitan itu ternyata menguatkan kita ya, pas jernih berpikir tenang bisa meredamkan kemarahan dengan berpikir demikian.
    Pribahasa Jawa : Wong poso ono riyoyo-ne, kelak dari masa puasa ini ada hari raya-nya. Aamiin
    Matur nuwun Om sugA

    ReplyDelete