Friday, April 30, 2010

Sebelum Venesia Tenggelam II (Versi Raditya)

Raditya.




Setelah 10 tahun aku tidak pernah bertemu secara langsung, kali ini aku akhirnya bertemu Karina.
10 tahun yang lalu dia melepas kepergianku ke Belanda dengan air mata dan senyum.
Berat hatiku saat itu tapi aku harus meninggalkannya untuk masa depan kami(begitu pikirku saat itu).
Satu tahun menjalin kasih dengan Karina secara dekat banyak bahagia yang aku rasakan dan satu tahun membina cinta jarak jauh memporakporandakan kami.
Menurutku perpisahan itu memang harus terjadi, Karina jadi gampang bertanya kapan dan aku merasa terdesak.
Aku tidak suka itu.
Mestinya Karina tahu aku tidak suka situasi ini,aku sedang berjuang dan aku butuh dukungannya.

Setelah ada beberapa urusan di Roma aku menemui Karina di Venezia.
Beberapa bulan terakhir kami sering chatting,aku tahu Karina masih menyimpan rasa cintanya padaku.
Itu yang aku rasakan dari perhatiannya.
Aku menyayangi Karina sampai kapan pun meski rasa sayangku adalah rasa sayang seorang yang ingin selalu mendukung dan melindunginya.
Aku pernah mencintainya,pernah mengangankan dia untuk menjadi pendampingku tapi waktu dan datangnya keberhasilanku yang tak seiring membuatku harus merelakan Karina untuk orang lain.
Meski aku tau bahwa cinta haruslah diperjuangkan, tetapi aku telah dikalahkan oleh waktu saat itu.
Ketika aku mendengar dia menikah 7 Tahun yang lalu,cukup membuatku terpukul dan menggigil di musim panas.
Di tengah sujud dalam kesedihanku, aku baru memahami apa sebenarnya arti mencintai tidak lah harus memiliki.
Aku harus legawa dengan keputusan Karina untuk menerima pinangan pria lain.
Yang membuatku lega,pria itu bisa mengayomi Karina.
Vina sepupuku yang memberi kabar tentang siapa bakal suami Karina.
Vina bercerita banyak tentang semua itu dan aku menerima kekalahanku,andai kau mau menungguku 7 atau 8 tahun lagi dan aku tahu itu tidak mungkin terjadi.

Musim semi tahun ini kami bertemu lagi di Venezia...
Pagi ini suhu 18 derajat, aku memakai sweater abu-abu hadiah ulang tahunku dari Karina 9 tahun yang lalu sebulan sebelum kami putus.

Di kawasan Santa Maria del Giglio kita akan bertemu
Aku menunggumu,ada rasa rindu ingin melihatmu ada rasa resah .Akhirnya kamu muncul lalu melambai,tidak ada yang berubah dari dirimu.Cuma kali ini lebih sedikit berisi tubuh semampaimu itu,yang dulu kupeluk erat di Bandara Juanda.
“Hi Gorgeous”, sapamu membuatku kikuk
“Sei così bella, con la sciarpa rosa…keren dengan sepatu bootmu”, sapaku sambil memelukmu,menghilangkan rasa kikukku yang jelas tertangkap olehmu.
“"Grazie ", jawabmu manis.
Entah bagaimana aku bisa menghilangkan kikukku dan aku tahu kau pun berusaha meredam rasa grogimu.

Karina, kau jadi menawan sekarang.
Lalu kita naik gondola menyusuri kanal-kanal yang cantik…

Beberapa bulan yang lalu kau dan aku membahas Venezia yang akan tenggelam di 2100,dan sebelum tenggelam datanglah ke Venezia pasti aku menemanimu begitu kataku.

Kau membalas chat kita dengan ikon yang lucu lalu kau bercerita bahwa Venesia lah yang membuatmu jatuh hati pada Dimas suamimu.
Kenapa mesti kau ceritakan ke aku Karina,sedang meledekku kah engkau, entahlah.
Aku membalas ikon clapping.
Karena rasa cintaku lah maka aku senang melihat, melihatmu bahagia
”Ik hou van jou daroom ben Ik ben blij als je blij bent”
(aku mencintaimu,aku lebih bahagia melihatmu bahagia)
Ketika kita di gondola mungkin aku terbawa emosi, tanpa sadar aku menggenggam tanganmu yang dingin kurasakan, tersenyum melihatmu, memandangi wajahmu yang entah kenapa selalu susah untuk dihilangkan didalam ingatanku.
Entah apa yang kau tanyakan selalu kujawab dengan seadanya(asal aku bisa memandangimu) dan engkau diam sambil sesekali meledekku yang kikuk.
Gondilier yang mengantar kita bersiul merdu dan aku terbawa suasana.
Tampak sekali kalau Karina sedang menikmati matahari di musim semi yang malu-malu ini.
Dia bercerita Pulau Jawa kehilangan kesejukannya akhir-akhir ini.
Aku sudah lama tidak pulang terakhir 3 tahun yang lalu ketika ibu memintaku untuk menikah.
Karina mengeluarkan postcard yang aku kenal benar, berisi tulisanku, kutulis ketika musim dingin pertamaku di Belanda dan dia masih menyimpannya.
“Karin, Ik mis je heel erg de wind van de koude winter maakt het gewoon erger”
(Karina aku merindukanmu,angin musim dingin ini menyiksaku merindukanmu)
Begitu tulisku mengungkapkan kerinduanku.
“Kamu tau Dit? aku googling buat mengartikannya…”, katamu, lalu tawamu berderai dan akhirnya kita pun tertawa berdua. 

Si Gondolier ikut tertawa sok tahu.
“Masih ada juga kartu pos ini ? masih kau simpan ternyata, bagaimana suamimu kalau tahu Rin ?”, tanyaku berhati-hati.
Kau cuma tersenyum sesaat, dan aku tahu bahwa kau tidak ingin menjawabnya.
Yang membuatku menjadi semakin kikuk adalah kamu menatapku dalam-dalam sesudahnya.


Hari beranjak siang, kita sudah berada di kafe kecil sejak beberapa saat yang lalu untuk sekedar bertukar cerita, saling menertawakan satu dengan yang lain.
Ada sungguh bahagia bisa melihatmu tertawa, maafkan aku wanita cantikku karena aku pernah membuatmu kecewa dan sedih.
Terlalu muda kita saat itu menurutku.
Berulang-ulang aku membaca Venus and Mars tetapi tetap saja bagiku wanita penuh misteri dan karena pemahamanku yang kurang atau aku yang terlalu keras,aku kehilanganmu Karina.
Siang menjelang sore ini menjadikan suasana Venesia begitu cantik
Kau bercerita bagaimana Venesia sempat jadi wilayah negara Austria setelah ditaklukkan Napoleon Bonaparte tokoh legendaris favoritmu itu. 

Lalu kau tersipu malu begitu sadar kalau aku sedang memperhatikanmu saat mendengar ceritamu.
“Koq aku jadi menggurui dosen Antropologi sih? dikoreksi kalau salah ya pak dosen”, begitu katamu sambil tersenyum malu. 

Aku pun menggeleng…
”Emang bener koq, malah aku kurang paham hingga sebegitu detailnya, lagian juga gak merugikan siapa-siapa koq kalaupun salah”, jawabku berusaha tenang.
Ketika itu aku bertanya.

"Karina,sebenarnya pertemuan kita ini hendak kau uji kesetiaanmu atau kau menggodaku",tanyaku padamu .
Engkau pun tersenyum dan tak tahukah kamu bahwa betapa menawannya senyuman itu, tidakkah kau sadari itu. 

Pesonamu sungguh-sungguh dan selalu menyiksaku.
Beberapa kali kau meledekku lalu kami tertawa sesekali diam menikmati pemandangan Venesia.

Lalu kita ke Rialto market membeli beberapa souvenir, sesekali berfoto lalu sampailah kita di depan Menara St.Marco yang cantik dengan nuansa klasik yang dia miliki. Suasana pun menjadi semakin romantis hingga entah bagaimana aku memulainya aku pun telah memeluk tubuh semampai Karina lalu mengecup dahinya dan wangi 10 tahun yang lalu yang melekat di dirinya seakan-akan tak pernah hilang dari hidungku.
Karina diam seakan menegang tubuhnya,entah apa yang ada di pikiranku nyaris saja kami berciuman lalu ponselnya berbunyi, suara Mark King di reff Running In The Family, dia masih suka Level 42.
Dan aku tahu Karina sengaja memasang ringtone ini.
Lalu Karina sedikit menjauh dari tubuhku lalu mengangkat ponselnya,pasti dari suaminya.
Aku menghela nafas, menyesali apa yang baru saja terjadi, tidak seharusnya.

Aku begitu mencintai Karina tapi tidak begini.
Sesaat kemudian Karina menghampiriku lalu entah dia bicara apa aku tidak terlalu mendengarnya aku sibuk dengan pikiranku sendiri,aku menganggu-angguk ketika Karina bicara tentang kesempurnaan hidup yang aku punya saat ini dan kesempurnaan yang dia miliki saat ini.
Aku tersenyum lalu menawarkan diri untuk mengantarnya kembali ke hotel tapi dia menolak dengan halus.. 

Gaya lemah lembutnya ini selalu saja membungkus rapi watak aslinya yang keras kepala.

Aku peluk dia lalu kukatakan padanya untuk tetap berkarya dan aku akan mendukung pilihannya berkarir sebagai penulis seperti yang selalu dia ceritakan padaku menjadi penulis adalah impian yang ingin dia wujudkan.

Lalu kujabat tangannya dan kupandangi tubuhnya sampai menjauh dari pandanganku.

Mencintaimu itu ternyata bukan lah harus memilikimu tetapi mendukungmu terus dan mendampingimu sebagai sahabat, selamat tinggal Karina cantikku, masa laluku bersamamu sungguh begitu sempurna dan aku tidak menyesal pernah mencintaimu. Begitu pikirku sambil memandang bayangan tubuhmu hingga menghilang diujung jalan.

Besok sore aku harus ke Milan dan menuju Hamburg menjemput istriku untuk kembali ke rumah cinta kami, benar kata Karina kalau semua yang aku miliki sudah sangat sempurna dan terlalu cantik untuk menjadi rusak karena masa lalu yang sempurna. Toh masa lalu cuma garis yang indah.
Hasta La Vista Karina Himawan, terimakasih untuk cintamu.
Sebelum Venesia tenggelam, cinta masa lalu kita sudah tenggelam meskipun itu selalu terasa cukup cantik untuk dikenang.





__________duhitahayuningtyas melihat betapa banyak cinlok setelah reuni_______________


Gambar diambil dari sini (klik)

No comments:

Post a Comment