Friday, April 30, 2010

Sebelum Venesia Tenggelam I (Versi Karina)

Sekedar cerita pendek pertemuan dua sahabat atau bahkan kekasih hati bertemu secara langsung setelah perpisahan mereka, cuma cerita pendek hasil khayalan Duhita.  ^_^ .



Sebelum Venezia Tenggelam I (Versi Karina)

Karina.


Kali ini kesempatan kita untuk bertemu kembali sejak berpisah 10 tahun yang lalu. Seperti yang kita tetapkan kita bertemu di Venesia.
Di kawasan Santa Maria del Giglio kita bertemu. Aku menyusuri jalan Fondamenta(nama jalan di samping kanal) menghampirimu yang berdiri sekitar 10 meter didepanku.Aku melambai dan kau pun menghampiri ke arahku, "Hai gorgeous", sapaku.
Kau seperti biasa tersenyum malu menutupi rasa grogimu dan sayangnya aku tahu itu.
"Sei così bella, con la scarpa rossa , keren dengan sepatu boot-mu ", sapamu memelukku sesekali melepas pelukanmu dan memperhatikanku.
Aku tertawa lebar.
"Grazie ",jawabku.
"Ayuk kita naik gondola sambil bercerita...", ajakmu,lalu kamu menggerutu dengan gaya surabaya-mu yang kental..."edan numpak getek koyo ngene ae 300 ewu..", gerutumu.
Aku tertawa, mendengar logatmu yang medok tapi berusaha melucu.
"Awakmu pancet lucu pancet logatmu yo njawani pol, koyok aku enggak ae padahal aku jowo deles",kataku.
Kamu tertawa terbahak-bahak.
"Aku wes ngiro lak awakmu yo lucu", suara beratmu menertawakan aku.
Aku tidak menyangka pertemuan kita kembali terjadi kali ini jauh dari hiruk pikuk Jakarta atau Surabaya, kali ini kita duduk berdua di gondola.
Aku menatap wajahmu yang tidak banyak berubah tapi saat ini tanpa kacamata, kamu kikuk menatapku lalu tersipu malu sambil mengangkat kedua alismu, aku tersenyum,
"Ojo terlalu menatapku sedemikian,nanti kalau lama-lama kamu jatuh cinta ke aku wah repot aku nolaknya", katamu sambil mengusap-usap dahi lebarmu.
"Jadi kamu sekarang jadi dosen di Leiden?", tanyaku memastikan.
Kamu tersenyum menggeleng lalu menjawab pertanyaanku, "Wong cuma dadi pembantunya dosen Rin belum jadi dosennya,doakan aku ya biar jadi dosen", katamu berusaha merendah.
Aku tersenyum, "Iya nanti kuselipkan namamu itu di doaku dan jangan terlalu merendah kesannya malah ndlosor Mas", kataku sambil menatap wajahmu.
Kali ini tidak ada senyum di wajahmu kamu malah menatapku.
"Kenapa gak kembali ke Indonesia aja,ngajar disana,menularkan ilmu-mu di negeri kita?", kataku pasti.
Wajahmu berubah jadi muram.
"Kamu kan tahu 10 tahun yang lalu aku ada di Indonesia mencoba cari kerja,apa yang aku dapat, kerja enggak malah cuma ngecek email setiap hari", katamu serasa mengulang obrolan kita di chatting kita beberapa hari terakhir.
"Yo wes lah kita nikmati pemandangan ini aja ya, toh cuma satu jam kita keliling kanal ini", kataku mengalihkan pembicaraan,aku gak mau kita berdebat di pertemuan kita.
Kamu tersenyum, busyet manis banget senyummu kali ini kutukku dalam hati.
Kami menikmati saat-saat terapung sambil mendengar si gondolier bersiul merdu.
Kami diam tidak banyak bicara, aku sibuk dengan pikiranku tentang kau padahal kau ada disampingku.




Kau pun tidak banyak bicara dan aku tidak tertarik untuk membuatmu bicara.
Tiba-tiba suaramu memecah kesunyian antara kita.
"Menurut perkiraan Venesia akan tenggelam tahun 2100,untung kita masih bisa kesini ya Karina?", katamu sambil menggenggam tanganku,
"Di tahun itu kita sudah tenggelam terlebih dulu",kataku...melepas genggaman tanganmu dari tanganku,maafkan aku Raditya,aku takut pada diriku sendiri.
Seakan kamu mengerti kamu tersenyum...Akhirnya kita selesai bergondola ria,ternyata memang romantis sayangnya kita cuma dua orang sahabat sesalku dalam hati.
Hari masih siang,kita duduk di kafe kecil.
"Aku gak percaya kita bisa ketemu lagi ya Rin", katamu pelan.
"Lha koq iso gak percoyo yok opo sih? kamu pikir aku hantu apa?", jawabku berusaha melucu.
"Kamu tetep lucu ya Rin,tetep mbanyol tapi wes gak ngeyelan kan", suaramu kali ini meledekku, mengingatkan salah satu alasan kita berpisah karena aku suka mendebatmu.
"Sayangnya aku sudah berubah banyak Dit, gak ngeyelan lagi,gak cengeng lagi dan bisa-bisa kamu termehek-mehek kalau ingat kamu ninggalin aku,nyesel lah kamu, hahahah", ganti aku meledekmu.
"Pe-de yo kamu", jawabmu sambil tersenyum.
Alamak senyummu itu, ampun manis banget.
"Asline kita iki reuni tapi cuma berdua yo Rin,kurang seru iki Rin soale lak cuma kita berdua gini iso tukaran", katamu membuyarkan pandanganku.
"Lho ala adoh-adoh tak sempatno kok malah awakmu menyesali pertemuan kita", jawabku sedikit kecewa.
Mungkin kamu melihat raut mukaku berubah dan...
Alamak kamu tersenyum dan manis lagi.
Melihat pemandangan Venesia yang cantik berdua denganmu bagiku sudah cukup membahagiakan meskipun keadaan kita sudah sangat berbeda.
Dan yang cukup melegakan kita tetap bisa berteman sampai saat ini meski garis jodoh tidak mempertemukan kita, fiuh cukup sedih aku waktu kita berpisah.
"Karin,malah ngelamun ayo kita ngobrol,kamu balik ke hotelmu jam berapa?", suaramu memecah keheninganku.
"Ya bisalah nanti agak malam,kenapa?", tanyaku...kamu tambah manis aja dengan sweater abu-abumu itu.


Raditya adalah lelaki yang melekat di hatiku, kami pernah menjalin kasih selama 2 tahun lalu dia pergi memperjuangkan impiannya.
Aku begitu mencintainya,mencintai kerasnya sikap yg dia miliki, mencintai gaya menggodanya sayangnya kami harus berpisah.
Hancur memang hati ini ketika kami harus berpisah tapi masih ada sedikit kebahagiaan untuk dapat menjalin pertemanan dengan dia.
Bagiku dia bisa melukiskan kebahagiaan walau hanya sebagai teman,entah artiku baginya aku tidak peduli.
Di satu sisi aku ikut senang dia sudah mulai mewujudkan setengah dari impiannya, begitu keras dia berjuang untuk itu di satu sisi lain hatiku luka karena aku harus mengerti bahwa nilai seorang Karina tidaklah cukup untuk ikut dia perjuangkan.
Sejak itu aku cukup mengerti bahwa cinta tidak harus memiliki,cinta itu ternyata sebentuk respek tidak dengan embel-embel menuntut.
Walaupun begitu besar rasa sakit hatiku terhadap perpisahan kita aku tetap menghormatimu Raditya,terima kasih pernah menorehkan kebahagiaan padaku.


"Karina,sebenarnya pertemuan kita ini hendak kau uji kesetiaanmu atau kau menggodaku", suara Raditya menghentikan pandanganku padanya.
"Kenapa kau merasa tergoda Raditya, toh kita cuma 2 orang sahabat lama", jawabku enteng sambil menatap matanya, merekam seluruh gambaran tentangnya saat ini.
"Bagiku kau semakin menawan dan cukup menggodaku", katamu kikuk.
"Apa yang kita punyai saat ini begitu sempurna,hidupmu sudah sempurna dengan impianmu yang sudah setengahnya menjadi nyata dan didampingi perempuan yang gak ngeyelan sepertiku kan", jawabku setengah terisi kegetiranku atau bahkan aku meledekmu.
Tiba-tiba matamu membesar menggambarkan betapa terusiknya hatimu dengan jawabanku atau ledekkanku malah.
"Nah kan kita sepertinya akan bertengkar", katamu sambil menghela nafas lalu menggeser kursimu mendekat ke arahku.
"Aku yakin aku tidak cukup menggoda bagimu karena itu aku ingin dan mau bertemu kau saat ini", jawabku lirih yakin kau mendengarnya di tengah lalu lalang para turis melintasi Foundamenta, kali ini menjelang sore pemandangan Venesia semakin romantis.
"Kamu yakin hidupmu sudah sempurna saat ini", entah ini tanya atau kata dari mulutmu.
"Mau sempurna atau tidak bagiku saat ini sudah sangat sempurna meski tidak dengan engkau kan..", jawabku seakan gamang tapi nadanya aku buat setegas mungkin sesombong mungkin untuk meruntuhkan rasa ge-er mu.
Kamu balas memandangku dengan menyelidik seolah mencari ketidaksempurnaan dengan apa yang ada padaku saat ini.
"Apa,jawaban apa lagi Dit yang kamu cari dari aku?", tantangku.
Kamu tersenyum.
"Kata siapa kamu berubah,tetap ngeyel...dasar usil", katamu kali ini kau seakan bicara dengan Karina 10 tahun yang lalu.
"Makanya aku bukan seseorang yang terbaik untuk mendampingimu kan,kita memang cocoknya jadi sahabat aja", jawabku lugas menimpali ledekanmu.
Perempuan juga punya pemikiran kan sebelum menurut kami berpikir dulu,batinku.
"Aku senang kita bisa bertemu kembali di sini dan tetap berteman terus",
Kamu tersenyum.
"So sweet Karin...", ledekmu.
Busyet dianggapnya aku abg diberi pujian sedemikian.
Kami berjalan menuju Rialto market berburu suvenir,berfoto di depan Menara St.Marco entah bagaimana koq kami berpelukan lalu Raditya mencium keningku, aku seperti orang bodoh lalu kami nyaris berciuman, tiba-tiba Hp-ku berdering dengan ring tone Running in The Family-nya Level 42...Oh God, berhenti Karin.
Aku menjauh dari tubuh Raditya, menjawab panggilan Hp
"Ya sayang...",di seberang suara Dimas suamiku, tercekat tenggorokanku sesak dadaku menahan tangis.
"Aku mau balik ke hotel 1 jam lagi", jawabku pendek.
"Senang menikmati Venesia sendiri?aku nahan kangen ini...Diandra pinter selama kamu tinggal, having fun ya sayang...selamat ulang tahun nikmatilah kadoku ini agar kau bisa menikmati dirimu dan menemukan inspirasi...muah", cerocos Dimas riang.
"Iya sayang terima kasih...ciumku buat Diandra", jawabku pilu menahan rasa bersalah...
"Buat aku mana cium-mu atau kamu terpikat cowok Italy?", ledek Dimas manja, aku terkesiap berdesir darahku seakan Dimas tahu apa yang aku lakukan, ampun maafkan aku sayang kau terlalu sempurna untuk aku sakiti.
"Muaach.."ciumku ke ponselku.
"Muach istriku yang cantik, yang baik, yang setia...nikmati perjalananmu ya,happy birthday", jawab Dimas tenang.
Lalu kututup ponselku...pandanganku mencari Raditya...
"Dari suamimu ya Rin...", tanyamu galau.
"Iya, salah yang kita lakukan sangat salah toh kita bertemu sekedar bertemu...", cerocosku menahan tangis sesalku, terbayang wajah Dimas ketika memberiku hadiah perjalanan ini.
Sengaja dia beri hadiah kali ini aku diijinkan pergi sendiri untuk melepas rutinitasku dan dia tau aku butuh waktu sendiri.


Hadiah yang manis tapi malah kubalas dengan hal yang pahit...tidak seharusnya.
Bodoh aku.
"Karina, maafkan aku ya dear", Raditya menggenggam tanganku.
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, aku yang khilaf mencari celah hatimu padahal apa yang kau punya begitu sempurna begitu juga dengan aku,terlalu sempurna untuk kita hancurkan karena masa lalu...", kataku datar.
"Ok...aku antar kamu balik kehotel?",tanyamu dengan senyummu itu...
Aku menggeleng...
"Biar kita pisah disini saja ya Raditya...nice to meet you, thank's kamu menemaniku naik gondola dan minum kopi, you are still my best friends", kataku sambil menjabat tangannya.
Lalu engkau merengkuhku dalam pelukanmu,pelukan 10 tahun yang lalu di Bandara Juanda ketika aku melepasmu untuk meraih impianmu.
Kalau 10 tahun yang lalu aku berharap aku jadi bagian dari impianmu kali ini aku berharap kita tetap berteman.
"Aku tunggu film yang kau tulis naskahnya...go for it Girl,never give up ya...berjuang terus raih impianmu jadi penulis,jadilah penulis yang baik dan aku akan setia membacanya", katamu ditengah memelukku erat.
Lalu kami berpisah di depan Menara St.Marco, aku melambaikan tanganku dan 15 menit aku berjalan ditemani Ipod dengan Level 42 di Leaving me now,tersenyum lega aku bisa mengendalikan diriku.


Sekarang aku tahu letak Raditya dihatiku cuma masa lalu yang sempurna dan apa yang kumiliki sekarang pun sempurna untuk dijalani serta untuk masa depanku, Diandra dan Dimas.
Dan aku yakin pemikiranku pun sama dengan pemikiran Raditya tentang pertemuan kami kali ini.





Gambar diambil dari sini (klik)


---------duhitahayuningtyas------*cerita ini diilhami beberapa reuni karena facebook*

No comments:

Post a Comment