Sunday, March 9, 2014

Terima kasih banyak Salma.

Siang itu aku mengantar Mbak Hamidah pulang ke rumah petaknya.
Teriknya sinar matahari membuat kami bahagia setiap bertemu lampu hijau menyala di setiap perempatan yang kami lewati.
Dari mengobrol ringan terselip cerita tentang Salma.
Salma, wanita muda berusia 24 tahun, datang dari tanah rantau yang sengaja tidak aku tanya secara detail dari mana asalnya karena aku sudah dibuatnya terperangah dengan cerita hidupnya.
Mbak Hamidah mempersilahkan aku duduk di kursi panjang yang terletak di depan warung depan rumah petaknya, aku sengaja duduk sebentar sebelum kembali bermotor menuju sekolah Menara, lebih enak menunggu Menara di tempat Mbak Hamidah.
Kenapa?
Karena di deretan rumah petak itu aku bisa belajar banyak tentang saudara-saudaraku seperjuangan, sama-sama orang rantau.
Hari itu aku belajar tentang sebuah perjuangan hidup, keikhlasan menjalaninya dan kesabaran dari seorang Salma.
Salma baru melahirkan bayinya 6 bulan lalu dan ditinggal begitu saja oleh Suaminya.
Meninggal?
Meninggalkan Salma bukan karena meninggal atau wafat tetapi meninggalkan Salma karena lari dari tanggung jawab.
Lalu mulailah liku-liku hidup wanita muda ini terdampar jauh dari daerah asalnya, tanpa Suami lagi dan dia memegang erat anak laki-lakinya yang masih bayi.
Ada beberapa pasangan Suami-Istri yang ingin mengadopsi bayi Salma, tapi Salma menolak.
Syabilillah nama bayi laki-laki itu.
Wajahnya lucu, selalu tersenyum ceria setiap disapa orang yang gemas melihatnya.
Aku duduk di sebelah Salma yang tetap ceria di tengah lilitan kesulitan yg dia hadapi.
Lalu...
"Biarlah orang bicara apa, yang penting Syabil selalu bersama Saya, meski saya hanya kerja sebagai asisten rumah tangga, yang penting Syabil makan dari hasil kerja Saya yang tidak menyalahi hidup, rezeki kan Allah yang mengatur, Insya Allah Saya dan Syabil bisa makan serta sehat, itu sudah lebih dari cukup", kata Salma sambil tersenyum.
Tiba-tiba beban berat yang ada di hatiku lepas begitu saja, kata-kata Salma yang sederhana itu seakan menamparku dengan keras.
Dari minggu lalu aku menyimpan kekhawatiran banyak hal.
Begitu bertemu Salma di rumah petak yang berhimpitan, aku jadi mengulang kehidupan selama 6 tahun terakhir ini...
Betapa kurang bersyukurnya aku kalau masih sibuk nelangsa ...
Salma sibuk menggendong Syabil yang ceria, sesekali dia gelitik Syabil, tawa renyah bayi umur 6 bulan itu merdu sekali.
Entah bagaimana ceritanya tiba-tiba aku sudah menyambut Menara di depan pintu gerbang sekolahnya...jangan jangan aku memacu sekuter kami yang butut itu lewat awan? 
Entahlah
Tiba-tiba teriknya sinar matahari tidak terasa panas setelah aku bertemu Salma...
Terima kasih Salma, kau mengajarkan hal yang luar biasa yang aku butuhkan dalam menghadapi hidup ini.

di suatu tempat, di suatu tanggal dan hari , di bulan February yang tertuang di bulan Maret di tahun 2014.

Allah begitu sempurna menata hidup kami, kenapa mesti takut?





2 comments:

  1. alurnya.. tergesa-gesa, terburu-buru utk diselesaikan. Padahal, ceritanya menarik. Salam lama tak bersua ..

    ReplyDelete
  2. hai gimana kabarnya jeng, lama gak ber"diskusi" dg dirimu... it's so hard..

    ReplyDelete