Di dalam diri manusia, setiap manusia memiliki jiwa kepahlawanan. Contoh kecilnya saja begini, setiap kita bercerita atau menceritakan suatu kejadian yang menimpa kita, kita seolah menjadi korban sebuah peristiwa dan mengakhiri cerita itu dengan kesan heroik yang muncul pada diri kita, ehm gimana ya jelasnya aku koq jadi mbulet.
Begini saja ini sebuah misal yang ada pada sebuah kisah nyata, kisah si X yang begitu terbuka menceritakan segala konflik yang dialaminya dengan orang-orang disekitarnya semula dia merasa ada seseorang di sekitarnya ini tidak bisa menerima keberadaannya, akibatnya ada saja yang menjadi bahasan bahwa seseorang ini adalah monster yang mengerikan, yang begitu ganas sifat keiriannya pada dirinya.
Semula ketika membaca di awal kisah-kisahnya membuat saya terhanyut oh iya koq ada orang sejahat ini dan saya jelas memihak ke si penulis, saya terhanyut dalam kisah-kisah dramatisnya dan terbuai betapa dia heroik, betapa dia benar-benar orang yang tidak punya salah, sedangkan seseorang yang dia gambarkan punya iri hati padanya adalah memang monster. Sedangkan si penulis adalah pahlawan dan suci.
Kesadaran dalam menulis dan membaca harus dipelihara menghindari kejadian emosianal yang saya alami ketika membaca kisah seseorang beserta konflik-konflik yang ia ceritakan begitu gamblang.
Menulislah dengan ringan tanpa beban kebencian, Duhita. |
Memperingati satu tahun saya menulis di Blog, saya menghapus emosi yang memuncak ketika menulis. Boleh saja mengalirkan sebuah cerita mendayu-dayu dalam derita yang sedang dialami tapi sudah seharusnya kita menghapus label kejam yang kita berikan ke seseorang yang kita rasa karena dia kita menderita. Sudah seharusnya saya menghapus kebencian dalam tulisan saya, karena seseorang yang saya labeli buruk sudah tentu sama dengan saya pribadi yang punya sisi buruk. Sudah pasti dia punya sisi baik juga. Tidak adil saya memaki, mengeluh, menghakimi seseorang tersebut dalam tulisan-tulisan saya. Jelas ada suatu ketidak-adilan kalau saya menulis seenak saya tentang keburukan seseorang itu sedangkan dia tidak saya beri ruang yaitu hak jawab. Bisa jadi saya terkenal karena suka menulis dan melabeli dia seenak perasaan saya yang merasa diperlakukan buruk olehnya tapi jelaslah saya bukan pahlawan di dalam kisah yang saya tulis. Jadi ingat betul kata-kata Zeus ketika Hercules memohon agar dia dijadikan dewa seutuhnya dan tinggal di kahyangan, “Jadilah pahlawan dahulu Nak dan orang mengenalmu kau memang seorang pahlawan”, begitu kata Zeus. Lalu Hercules menjawab dengan jawaban yang menurutnya cerdik, “Tapi ayah aku sudah terkenal, orang-orang sudah begitu mengenalku, aku terkenal Ayah”, dengan jumawa Hercules menimpali kata-kata ayahnya. Zeus tersenyum dan menjawab dengan telak, “Sayangnya Nak, menjadi terkenal itu berbeda dengan menjadi pahlawan, camkan itu, selamat menjalani harimu dengan berusaha menjadi pahlawan, bukan menjadi terkenal, setelah itu baru kita bertemu di kahyangan”.
Kisah Hercules dan Zeus itu membuat saya merenung di perayaan satu tahun saya menulis di Blog. Saya harus menulis tanpa penghakiman tanpa kebencian. Jelaslah apa yang saya alami dalam hidup itu sudah ditentukanNya, termasuk bertemu dengan konflik-konflik serta bahagia atas penantian panjang dari sebuah perjuangan dan pengorbanan. Allah begitu Maha Baik kenapa saya harus mengumpat tikungan-tikungan tajam yang harus saya lalui ???
Terima kasih untuk : Tjandra Ratna Dewi
*Satu tahu menulis dalam kebebasan dari kebencian di tengah panas
membaranya Negara Tropis, DH May 2011*
gambar diambil dari : sini
No comments:
Post a Comment